Minggu, 18 Januari 2015

Pertarungan Muhammad Ali Membela Kebaikan





Selama berkarier di dunia tinju, Muhammad Ali dikenal sebagai seorang petinju yang hobi mempromosikan dan juga memuji dirinya sendiri.




Namun di balik sosok yang tampaknya meledak-ledak tersebut, petinju yang terlahir dengan nama Cassius Marcellus Clay tersebut memiliki sisi lain dalam dirinya.





Saat negaranya, Amerika Serikat, memutuskan untuk terjun ke perang Vietnam, Ali menolak diikutsertakan ke dalam pasukan AS dengan alasan membunuh adalah hal yang dilarang dalam agamanya.





"I ain't got no cuarrel with the Vietcong," ujar Ali dalam satu frasa paling terkenal yang pernah ia ucapkan. 





Bagi Ali, orang-orang Vietnam tidak menindasnya dan tidak berlaku adil padanya, sehingga ia tak ingin pergi memerangi mereka.





Atas penolakannya tersebut, Ali ditahan dan didenda sebesa Us$ 10 ribu. 





Gelar juara miliknya juga dilepas dan petinju legendaris ini tidak lagi memiliki izin untuk bertanding hingga tahun 1970.





"Saya mendapatkan gelar Juara Dunia Kelas Berat bukan karena itu diberikan pada saya, bukan karena ras atau agama saya. Tetapi karena saya memenangkannya di ring," ujar Ali saat itu.





"Mereka yang ingin mengambilnya dan melelangnya, tidak hanya mempermalukan saya, tetapi mempermalukan diri mereka sendiri."





Raja Afrika








Penolakan Ali terhadap panggilan pasukan AS membuat karier tinjunya berada dalam titik nadir.





Ketika kembali ke dunia tinju setelah menjalani masa hukuman, Ali tidak mampu mengejar ketertinggalannya dan kalah dari rival terberatnya, Joe Frazier.





Kekalahan tersebut sempat membuat Ali kembali vakum selama satu setengah tahun, sebelum ia menantang juara dunia saat itu, George Foreman.





Pergi ke Kinshasha, Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo) untuk menghadapi Foreman, Ali dengan cepat mendapatkan tempat spesial di hati masyarakat Afrika.








Petinju kontroversial tersebut tidak pernah menolak rakyat Zaire yang datang kepadanya, termasuk koloni yang terkena penyakit menular, lepra.





Di sana Ali tanpa ragu berbaur dengan para penderita lepra, bahkan ia juga tanpa ragu memeluk mereka. Padahal manajer Ali saat itu, Gane Kilroy sampai mandi 10 kali saat mereka kembali.





"Jangan khawatir. Tuhan menjaga kita, kita tidak akan terkena lepra," ujar Ali menenangkan Kilroy pada saat itu.





Tak heran ketika Ali naik ke atas ring di tengah-tengah hutan Kinshasha itu, enam puluh ribu orang bersorak untuknya dan bukan untuk sang juara dunia, Foreman:





"Ali....bomaye! Ali....bomaye!" (Ali...bunuh dia! Ali....bunuh dia!), ujar mereka.




Hari itu Ali adalah raja Afrika.



Pertaruhkan Nyawa Menuju Irak







Dua puluh tiga tahun setelah menolak panggilan untuk pergi berperang, Ali kembali melakukan sebuah pertaruhan besar pada 1990.



Kali ini Ali tidak hanya mempertaruhkan karier, tetapi juga nyawanya saat ia terbang ke Irak untuk menegosiasikan pembebasan 15 warga AS yang menjadi sandera pasukan Irak dibawah pimpinan Saddam Hussein.



Saat itu Hussein memang menggunakan sandera tersebut sebagai 'perisai manusia' untuk menahan gempuran barat, setelah negaranya menginvasi Kuwait.



Pada saat itu, Hussein sempat menunda pembicaraan dengan Ali hingga lebih dari seminggu, sebelum akhirnya mereka memiliki sebuah dialog yang positif.



Ali pun berhasil 'meluluhkan hati' Hussein yang secara terbuka mengabaikan permintaan PBB dan pihak AS untuk melepaskan para sandera, dan ke-15 sandera tersebut akhirnya diperbolehkan kembali ke AS dengan selamat.



Kini setelah memenangi berbagai hal di kehidupannya, Ali akan menghadapi tantangan terakhirnya, yaitu menghadapi penyakit parkinson yang telah ia lawan selama 30 tahun.
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar