Senin, 12 Januari 2015

Babak “Belur” Campur Tangan AS di Timur Tengah






Tahun 2014, lahirnya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menandai petaka politik di Timur Tengah. Memasuki 2015, bagaimana kemungkinannya?




Sekadar ingatan historis, Tahun 1944 dalam Perang Dunia II, ketika hendak menyerang Jepang, AS mengerahkan ribuan tentara untuk dididik dan dilatih bahasa dan budaya Jepang. Namun beberapa tahun silam, pada awal abda 21 ini, ketika hendak menyerang Irak dan Suriah, tidak banyak tentara AS dilatih bahasa dan budaya Arab.





AS mengandalkan militerisme untuk menghancurkan Irak-Suriah, sehingga peluang untuk winning the soul, winning the heart alias mampu membeli hati masyarakat Arab (Irak-Suriah) sangat muskil, sangat sulit. Apalagi Suriah didukung Rusia dan China. Di Timur Tengah, AS juga bersitegang dengan Iran, Hamas dan Hizbullah.





Di kawasan Timur Tengah itu, strategi AS dalam operasi yang sangat terselubung dalam nama "The Hornets Nest" atau strategi "Sarang Lebah Hornet" itu kian bau sangit di mata gerilyawan dan militan Islam Dunia Arab.





Strategi itu bertujuan untuk membawa semua ekstremis utama dunia untuk bergerak ke satu tempat atau tujuan (kawasan Irak-Suriah), dan sebagian besar untuk mengguncang stabilitas negara yang dianggap musuhnya, terutama negara-negara Arab. Harapan AS/Barat, suatu waktu sel-sel itu bagai singa yang hanya ditarik ekornya saja, yang tadinya tertidur pun, dapat segera mengaum dan bergerak beringas.





Dan fakta telah membuktikan, jika ditarik sejarahnya, kelompok Mujahiddin, Taliban, Al-Qaeda -awalnya- dibentuk, direstui, dibesarkan dan dibiayai oleh CIA, Mossad beserta intelijen Barat lainnya, untuk mengobrak-abrik Timur Tengah atau Dunia Islam, kini menyerang balik 'tuan-nya'.





Peringatan Snowden, intel AS yang membelot ke Rusia, menyebutkan bahwa teori Sarang Lebah di dekat perbatasan Israel itu justru akan menciptakan eskalasi konflik yang akan menjadi bola liar.



Hal ini pernah dialami oleh Amerika di Afghanistan, dan Somalia dimana pemberontak justru berbalik menyerang pasukan AS. Justru pola sarang lebah yang selama ini dijalankan adalah jauh dari entitas Israel yang tentu akan membahayakan mereka.





Kawasan penyangga Israel (negara berbatasan dengan Israel) dilakukan operasi militer yang masif untuk mencegah hal tersebut terjadi. Namun bisa kita lihat, ketika Presiden Muhammad Mursi berkuasa di Mesir, ia membuka pintu Sinai bagi pejuang Afrika yang hendak berjihad ke Suriah sebulan sebelum ia dikudeta! Sehingga kompleksitas masalah di Timur Tengah itu makin parah.





Yang ironis dan paradoks, mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, Agustus lalu (12/8/14) justru menyalahkan Presiden Barack Obama yang telah gagal mengambil kebijakan luar negeri bagi kebangkitan militan Islam di Suriah dan Irak. Padahal Hillary-lah yang membentuk embrio ISIS tersebut: seakan senjata makan tuan.





Hillary Clinton menggunakan kata-kata kasar untuk menggambarkan kegagalan yang dihasilkan dari keputusan oposisi Obama selama fase pertama dari konflik Suriah yang telah berusaha untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.





Memasuki 2015 ini, Amerika Serikat dan sekutunya terus menyerang ISIS dan yakin akan menang. Sementara Irak pasca Saddam Hussein masih tak menentu.





Mayoritas bangsa Irak dengan sekitar 28 juta jiwa adalah orang Arab Muslim Syi'ah (sekitar 60%), dan Sunni yang mewakili sekitar 40% dari seluruh populasi yang terdiri dari suku Arab, Kurdi dan Turkmen. 75-80% penduduk Irak adalah bangsa Arab, kelompok etnis utama lainnya adalah Kurdi (15-20%), Assyria atau lainnya 5%.. Penganut Agama Islam, 97%; Kristen atau lainnya, 3%.




Akhir-akhir ini, intervensi militer AS di Irak-Suriah itu malah mengobarkan perlawanan militant Islam.





Pasukan AS terus meluncurkan serangan udara terhadap sasaran-sasaran dari Negara Islam Irak dan Suriah di Irak utara sejak Obama resmi menyatakan Amerika tengah melakukan misi kemanusiaan.





Akan tetapi, mengulangi kritik politisi Partai Republik, Hillary Clinton menyatakan Obama tidak memiliki strategi untuk menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh militan Islam. AS sendiri makin kesal, banal dan geram terhadap ISIS yang dilaporkan "berwajah bengis itu". Namun tanpa strategi yang tepat, AS bisa kena tipu muslihat. Dampaknya, kegagalan Obama sudah membayang di hadapan sana.





Nampaknya, memasuki 2015 ini, tidaklah mudah bagi AS/Barat untuk mengganyang dan melumpuhkan ISIS. Campur tangan AS dan sekutunya di kawasan Irak-Suriah itu belum pasti menang, meski dengan biaya besar dan perlengkapan militer mutakhir. Bahkan jika melihat serunya dan gigihnya perlawanan ISIS, bisa jadi pihak AS/Barat menemumui pemeo, kalah jadi abu, kalaupun menang jadi arang.





Sejauh ini sudah banyak pangkalan militer AS di kawasan Arab, antara lain di tanah Saudi. Dammam, Jeddah, Lembah Eskan, King Khalid Military City, Dahran, Riyadh, Tabuk, Thaif, dan Jubail. 6.500 pasukan AS bermarkas di tempat ini. Sebanyak 150 pesawat American Fighter diparkir di sini dan jet tempur Inggris juga berada di sini dengan 300 pasukan mereka. Peralatan tempur pun bukan main-main yang telah disiapkan di daerah ini. Mulai dari tim suplai peralatan dan amunisi, sampai pesawat penjelajahan dengan kekuatan penghancur tinggi seperti Air Expeditionary wing.





Di Jordania. AS juga telah menyerahkan sedikitnya enam lokasi untuk dijadikan pangkalan militer Amerika. Diantaranya Shaheed Muwaffaq Airport, Pangkalan udara Rasyid, Pangkalan udara Wadi, Murbah danAzzaraq. 4.500 pasukan Amerika disiagakan di negara ini. Jumlah pasukan di atas terbagi dari pasukan brigade bersenjata, infantri, dan pasukan terjun. 





Di Turki AS melakukan penempatan 62.000 tentara Amerika di wilayahnya. Tak hanya itu, Diyarbakir Airport dan Erchac dijadikan pula pangkalan udara. Pasukan tempur telah siaga di daerah ini. 150 jet tempur terdiri dari F-15, F-16 dan pesawat pembom Prowler. Termasuk divisi khusus 39 Air Expeditionary.





Di Kuwait, Ahmed al-Jabar, Ali al-Saleem, Kuwait Internasional Airport adalah tiga tempat yang dijadikan pangkalan udara oleh Amerika dan 20.000 pasukan tempur Amerika disiapkan di sini. 80 jet tempur termasuk F-15 dan F-16. Tank Abrams, 176 kendaraan tempur jenis Bradley, 75 helikopter dan masih banyak lagi.





Namun demikian, kehadiran ribuan tentara AS di Timur Tengah itu tidak menjamin kemenangan dan kemapanan, malah jadi tantangan bagi militan Muslim untuk melawan AS. Siapa bermain api, niscaya akan terbakar, itulah yang bakal dialami Amerika.



Dan kubu konservatif atau Neocon di Gedung Putih dengan kompleks industri militernya, sudah tentu siap menghadapinya, meski bisa jadi mengalami babak belur seperti di Vietnam dan Afghanistan. [Ahluwalia]














DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar