Jean-Marie Le Pen, pemimpin Front Nasional, mengatakan Dinas Rahasia Prancis merencanakan serangan ke kantor redaksi Charlie Hebdo yang menewaskan 12 orang.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Rusia anti-Barat virulently, Mr Le Pen, 86, yakin teori konspirasi yang beredar di internet yang menunjukkan bahwa serangan itu pekerjaan agen Amerika atau Israel berusaha untuk memicu perang saudara antara Islam dan Barat.
"Saya meragukan Said dan Cherif Kouachi merencanakan dan melaksanakan serangan itu," ujar Jean-Marie dalam wawancara dengan Komsomolskaya Pravda, surat kabar Rusia.
"Saya tidak berpikir pemerintah Prancis adalah penyelenggara kejahatan, tapi mereka memungkinkan kejahatan itu terjadi," lanjutnya.
Pers Prancis yakin Pravda memelintir pernyataan Jean-Marie, atau keliru menerjemahkan dari Bahasa Prancis ke Bahasa Rusia. Namun Jean-Marie mengatakan tidak ada yang salah dalam alih bahasa dari Prancis ke Rusia yang dilakukan Pravda.
Menurut Jean-Marie, keterlibatan intelejen terlihat dengan ditemukannya kartu pengenal salah satu pelaku di tempat kejadian. Namun, katanya, ini hanya spekulasi.
"Penembakan di Charlie Hebdo menyerupai operasi dinas rahasia tapi kami tidak punya bukti itu," surat kabar mengutip Mr Le Pen mengatakan. "Saya tidak berpikir itu diselenggarakan oleh otoritas Perancis tetapi mereka diizinkan kejahatan ini harus terjadi."
Berbeda dengan Jean-Marie Le Pen, Marine Le Pen -- putri sang ketua FN dan pemimpin koalisi sayap kanan Prancis -- mengeksploitasi insiden Charlie Hebdo dan penyanderaan di supermarket kosher untuk menjalankan agenda politik anti-imigran dan anti-Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar