Sabtu, 10 Januari 2015

Kadis SI Syahrizal Abbas sebut Dosen UIN Ar-Raniry Tak Melanggar Syariat Islam






Seorang dosen di Banda Aceh menuai kontroversi di media sosial setelah mengajak para mahasiswi melakukan kuliah lapangan di gereja.



Dosen UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, Rosnida Sari, mengajak para mahasiswanya melakukan Studi Gender dalam Islam ke satu gereja Katolik.



Banyak kecaman dan kritikan yang muncul melalui Facebook dan akun Rosnida sendiri saat ini telah dicabut. Rosnida sendiri belum berhasil dihubungi namun sejumlah laporan di Aceh menyebutkan ia menolak untuk berkomentar.



Dalam sebuah artikel di situs AustraliaPlus Indonesia, Rosnida menulis bahwa kuliah lapangan itu dilakukan untuk memberikan persepsi lain tentang hubungan laki-laki dan perempuan di mata agama lain.



Kuliah lapangan ini, menurut Rosnida, untuk melengkapi pengetahuan siswa dalam mata kuliah Studi Gender dalam Islam.







Syahrizal Abbas, MA Kepala Dinas Syari'at Islam Aceh, mengatakan jika dilihat dari hukum Syariat, tidak ada pelanggaran yang dilakukan.



"Dalam catatan sejarah ada memang, ketika pasukan Muslim masuk ke Palestina, gereja dijadikan tempat ibadah karena tidak ada tempat yang lain, di Istanbul dulu ada gereja besar juga dijadikan masjid," katanya dilansir BBC Indonesia.



"Jadi kalau dalam konteks berkunjung ke tempat ibadah agama lain dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan, secara keilmuwan tidak ada masalah, tidak ada yang mengganjal."



"Yang jadi masalah secara kultur, dilakukan di sebuah masyarakat yang kulturnya tidak sependapat karena ada kekhawatiran-kekhawatiran," jelasnya.



Muksalmina Mta, melalui Facebook, sepaham dengan pandangan ini.



"(Tindakan dosen) bertentangan dengan kultural masyarakat di Aceh dari masa ke masa. Saya berharap semua pihak harus menghargai dengan kultural di dalam masyarakat Aceh yang masih kental dengan Ke-Islaman-nya."



Syahrizal Abbas mengatakan warga Aceh mengerti betul tentang toleransi, walau wilayah mereka menerapkan hukum syariat.



"Sangat toleran dan terbuka sebetulnya, kalau kita lihat di Aceh gereja banyak dan besar-besar tetapi tidak ada yang mengganggu, karena syariat Islam pun memberi penghargaan dan penghormatan terhadap keanekaragaman itu," katanya.



Pernyataan ini didukung juga oleh sejumlah pengguna Facebook, Syafrizal Umar menulis, "Hallo kami di Aceh baik-baik saja, toleransi kami cukup tinggi."



Lainnya, Jhon Lee di Pekanbaru mengatakan, "Saya suka jalan-jalan ke masjid, terus ayah saya walaupun non muslim juga pernah menjadi panitia kurban bertahun-tahun."
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar