Mehmet Gormez, ulama terkemuka Turki, mengatkan dunia seolah meratap ketika ekstremis menyerang kantor majalah Charlie Hebdo dan membunuh 12 orang, tapi diam ketika jutaan Muslim di seluruh dunia dibantai.
"Kita meratap ketika 12 orang tewas terbantai, tapi tidak ada simpati sama sekali ketika 12 juta Muslim terbunuh dalam 10 tahun terakhir," ujar Gormez.
Menurut Gormez, saat pawai simpati terhadap korban insiden Charlie Hebdo, tidak satu pun yang berbicara bagaimana Muslim dibantai di Damaskus, Baghdad, atau di hampir semua tempat di Eropa.
"Jika dunia hanya bisa bersimpati terhadap pembunuhan sedikit orang di Eropa, dan abai terhadap pembantaian lain, seluruh umat manusia akan hancur," ujar Gormez.
Gormez menambahkan Muslim mengutuk serangan ke kantor Charlie Hebdo. Kekerasan, katanya, tidak bisa dihapus dengan kekerasan. Darah tidak bisa dihapus dengan darah.
"Namun, keamanan dunia juga tidak bisa dipertahankan dengan menindas keyakinan," lanjut Gormez.
Sebanyak 12 orang tewas ketika Said dan Cherif Kouachi menyerbu kantor Charlie Hebdo. Dua hari kemudian, Amedy Coulibaly menyerbu supermarket Yahudi dan menyandera beberapa orang.
Empat pengunjung supermarket tewas ketika polisi Prancis mengakhiri penyanderaan itu. Pada saat sama seorang pekerja Muslim bernama Lassana Bathily menyelamatkan belasan Yahudi dari aksi penyanderaan.
Serangan yang dilakukan Said dan Cherif adalah reaksi paling keras terhadap penindasan kepercayaan atas nama kebebasan berbicara. (*inl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar