Seorang pemimpin redaksi surat kabar terbesar di Qatar memicu kontroversi di Twitter-nya, dengan mendesak umat Islam tidak perlu minta maaf atas pembantaian di kantor majalah mingguan Charlie Hebdo di Paris, Rabu (7/1).
"Jangan pernah meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan orang-orang itu," tulis Abdullah Al-Athba, pemimpin redaksi Al-Arab.
"Prancis sedang mencari alasan untuk ikut campur di Libya."
Dalam tweet lain, Al-Athba bertanya; "Ketika Masjid London diserang, apakah ada orang Kristen atau warga Inggris meminta maaf?"
Al-Athba mengatakan pada follower-nya di Twitter untuk melihat pembantaian Charlie Hebdo dari perspektif berbeda.
Ia mengatakan Prancis sedang mencari alasan untuk melakukan intervensi militer di Libya, dan akan menggunakan insiden ini sebagai pembenar tindakan Paris mengirim pasukan.
"Prancis ingin menyerang Libya dengan dalih memerangi terorisme, setelah sukses menduduki Mali dengan alasan serupa," tulis Al-Athba.
"Operasi ini merupakan alasan tepat untuk membunuh Muslim, dan menguasai ladang minyak-nya."
Dia juga menyarankan semua pihak untuk melihat hubungan antara peningkatan serangan terhadap sebanyak mungkin masjid di Eropa, dan insiden di kantor Charlie Hebdo.
Kepada Al Arabiya News, Al-Athba mengatakan; "Menyerang orang tak bersalah tidak dapat diterima, dan harus dikutuk. Saya juga menentang pembunuhan wartawan."
"Tapi mengapa tidak ada orang Kristen yang minta maaf ketika tiga masjid di Swedia diserang dan dibakar, dan di Jerman terjadi kampanye kebencian terhadap Muslim," lanjutnya.
"Pengadilan Prancis seharusnya menangani kasus ini tanpa politisasi atau mengambil insiden ini sebagai alasan menekan Muslim Prancis dan di seluruh Eropa, atau di tempat lain," Al-Athba mengakhiri. (*twitter)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar