Bocah yang tinggal di pesisir pantai Desa Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, ini tak pernah bermimpi akan bertemu dengan bintang sepak bola dunia, meski dirinya hobi mengolah si kulit bundar. Nomor punggung 10 merupakan nomor punggung favoritnya.
Pada 26 Desember 10 tahun silam, kostum timnas Portugal bernomor punggung 10 yang tercantum nama bintang sepak bola dunia Rui Costa, melekat di tubuhnya, baju itu khusus dibelikan sang ayah karena dia tidak mau nomor punggung lainya.
Minggu pagi itu dia sedang bermain sepak bola di lapangan belakang rumahnya. Martunis namanya yang dikenal sebagai bocah ajaib.
Gempa berkekuatan 9,1 skala Richter menghentikan dia dan temannya yang sedang bermain sepak bola, ia pun berlari mencari Ayahnya Sarbini yang bekerja di sebuah tambak yang tak jauh dari rumahnya. Setelah bertemu, ayahnya meminta ia untuk pulang ke rumah lebih dahulu.
Sesampai di rumah, Martunis bersama ibunya, Salwa kakaknya, adiknya Nurul A'la dan adik bungsunya, Annisa, berupaya menyelamatkan diri. Mereka menumpang mobil pikap tetangganya.
Tak seberapa lama kemudian mobil yang ditumpanginya dihantam gelombang raksasa hingga ia terpisah dengan ibu dan 3 saudaranya.
Setelah timbul tenggelam dalam pekat gelombang, Martunis kemudian meraih sebuah kasur dan naik ke atasnya. Namun tidak bertahan lama, kasur pun tenggelam, Ia terus berusaha bertahan hingga bergelantungan pada batang pohon yang hanyut.
Tersangkut Bakau
Arus pun membawa Martunis berputar-putar hingga dirinya pingsan. Begitu tersadar, ia telah tersangkut di atas pohon bakau di kawasan Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala.
Saat air mulai surut, Martunis terbawa arus hingga ke kawasan Peunayong, Banda Aceh yang berjarak sekitar 5 kilometer dari tempatnya. Usai melewati Peunayong, Martunis pingsan hingga beberapa jam.
Ketika siuman dari pingsan pada esok subuh, Martunis telah berada di atas sofa di dekat Makam Syiah Kuala di Desa Deyah Raya, Kecamatan Syiah Kuala.
Ia tak mengetahui bagaimana dirinya berpindah dari pohon ke atas sofa hingga berada di sana. Kala sadar, Martunis melihat di selilingnya hanya ada puing-puing akibat tsunami dan mayat-mayat bergelimpangan.
"Semuanya rata, saya tak tahu di mana letak kampung saya, yang tampak hanya mayat-mayat," kenang Martunis.
Martunis yang masih berusia 7 tahun bertahan sendiri di dekat makam Syiah Kuala selama 21 hari. Untuk bertahan hidup, ia memungut makanan ringan dan air mineral yang terseret gelombang untuk mengganjal perutnya. Tak ada seorangpun di sana selain mayat-mayat yang tergeletak di antara puing-puing.
Martunis bertahan selama 21 hari di atas pepohonan dengan ngelimpangan mayat di sana-sini. Untuk bertahan hidup ia memungut makanan dan air mineral yang terseret gelombang. Matanya berkaca-kaca saat mengisahkan dirinya bertahan dari hempasan gelombang raksasa yang mewewaskan puluhan ribu jiwa itu.
Pada hari ke-21, 2 pria yang sedang mencari keluarganya di kawasan tersebut menemukan Martunis. Lantas, Martunis diserahkan kepada wartawan Sky News yang saat itu meliput bencana tsunami di kawasan Deah Raya.
Pemberitaan penemuan Martunis yang menggunakan kostum Portugal menghebohkan dunia dan mengundang simpati. Hingga Cristiano Ronaldo pemain sepak bola timnas Portugal ini juga turut memberikan perhatiannya pada sang bocah.
Diajak Ronaldo ke Portugal
Celine Dion dan Martunis |
Setelah mendapatkan perawatan dan kembali bertemu dengan ayahnya, beberapa bulan kemudian, Martunis diundang khusus ke Portugal bersama ayahandanya, dengan sambutan hangat oleh segelintir bintang sepak bola timnas Portugal.
"Di Portugal saya diajak jalan-jalan dan bermain bola," tutur Martunis.
Namun Ibu dan ketiga saudaranya lenyap ditelan gelombang, hingga jasadnya pun tidak ditemukan lagi.
Ketenaran bocah tsunami ini terus melejit, hingga sederetan orang-orang penting mengundangnya untuk bertemu, seperti halnya Presiden RI saat itu Susilo Bambang Yudhoyono, artis Celine Dion, Presiden FIFA Sepp Blatter dan beberapa bintang sepak bola dunia lainnya.
Martunis bahkan diundang sebagai tamu kehormatan pada laga Portugal versus Slovakia di Stadion Da Luz, Lisbon, dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2006.
"Itu menjadi kisah yang luar bisa bagi saya, saya sangat ngembira saat itu," ungkap dia.
Pada 2013, Cristiano Ronaldo kembali menemui Martinus di Aceh. Ia pun diangkat Ronaldo sebagai anak. Saat itu dirinya sering berkomunikasi dengan Cristiano Ronaldo melalui telepon selular dengan bantuan penerjemah bahasa.
Kini 10 tahun berlalu, dengan ketenaran dan kisah hidupnya, remaja yang pemalu itu kembali ke desanya, Tibang, dengan terus menggolah si kulit bundar sama seperti yang dilakukannya satu dekade silam. Dia berharap bisa menembus seleksi untuk bisa tampil bersama tim sepak bola Aceh, Persiraja.
Kini usia Martunis sudah beranjak 17 tahun. Ia masih terus mengagumi sosok Ronaldo. Kecintaannya itu dibuktikan dengan memotong gaya rambut sama persis dengan pemain pemilik nomor punggung 7 tersebut. Sungguh berbeda dibanding Martunis kecil saat tsunami menerjang 10 tahun silam.
"Saat ini cita-cita saya menjadi pemain sepak bola," ucap Martunis. Ia pun optimistis cita-citanya tersebut dapat tergapai, meski dulu tsunami sempat menghentikannya bermain sepak bola. (Ans/Mut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar