Nina Oktaviana, begitu dia disapa, menjadi satu-satunya perempuan yang tergabung dalam kesatuan Anti-teror Detasemen Gegana Brimob Polda Aceh.Meski berbalut hijab dan berpakaian serba tertutup, namun wanita ini tetap tampil enerjik sambil menenteng senapan mesin jenis Steyr AUG di tangannya. Berseragam serba hitam, helm baja di kepala dan berkacamata terlihat gagah.
Di depan bajunya tertulis jelas polisi dan di lengan kanan tertera Gegana Korps Brimob. Dialah Dripda Nina Oktoviana perempuan pertama pasukan Perlawanan Teror (Wanteror) Brimob Aceh.
Dalam beberapa hari terakhir, Nina menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah seseorang memposting foto perempuan cantik ini dengan seragam Gegana. Pujian mengalir bukan saja karena ia sebagai personil Wanteror, profesi menantang yang identik dengan laki-laki.
Tapi juga kesetiaannya mengenakan jilbab. Bripda Nina adalah putri ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ismail dan Mawarni ini berasal dari Kecamatan Samahani, Kabupaten Aceh Besar terlahir bukan dari keluarga besar polisi atau TNI. Tetapi ayahnya hanya seorang PNS dan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga.
“Saya tidak merasa minder berada diantara banyak pasukan laki-laki,” kata gadis kelahiran Samahani, Aceh Besar 24 Oktober 1993 ini.
Setelah lulus dari SMK Penerbangan Banda Aceh tahun 2013, Nina tak seperti teman-temannya yang melanjutkan pendidikan atau karir ke dunia penerbangan. Ia memilih masuk Sekolah Polisi Wanita Ciputat, Jakarta 2014.
Cita-citanya menjadi polisi sudah tertanam sejak SD. Uniknya, meski tugasnya menantang dan berisiko, Nina tak pernah melepaskan jilbab. Baginya jilbab bukanlah penghalang dalam betempur atau latihan fisik. Malah ia merasa risih jika terbuka aurat.
“Saya dari kecil sudah pakai jilbab, nyaman saja tidak terganggu,” pungkasnya.
Hijab baginya sudah menjadi bagian dari busana yang ia kenakan setiap hari. Setiap saat, hijab selalu melekat menutup seluruh rambutnya dan dia mengaku tidak pernah menanggalkan hijab, meskipun sedang latihan dan bertugas.
"Tidak masalah dengan jilbab, tidak menghalangi tugas," kata Bripda Nina.
Bripda Nina tidak pernah menanggalkan hijab, karena Nina sadar, ini merupakan indentitas Aceh yang beragama Islam wajib menggunakan hijab. Sehingga dia selalu mempertahankan jilbab walau dalam kondisi apapun.
Pengakuan Bripda Nina ini juga diakui oleh komandannya Kepala Detasemen (Kaden) Kompol Asnawi yang turut didampingi Kepala Sub Detasemen I (Kasubden I) AKP Akmal. Menurut Kompol Asnawi, dirinya tidak pernah melihat rambut gadis Aceh ini.
"Saya sendiri tidak pernah melihat bagaimana bentuk rambut dia, apa keriting atau lurus, karena memang tidak pernah melepaskan jilbab," terang Kompol Asnawi di markas Gegana Brimob Polda Aceh.
Hal senada juga disampaikan oleh AKP Akmal, menurutnya ini menjadi nilai lebih di Aceh bahwa perempuan yang menjadi anggota Wanteror sekalipun bisa menggunakan hijab.
“Inilah nilai lebih kita, karena menjadi pasukan Wanteror ini bukan mudah, butuh latihan dan fisik yang kuat,” tutur Akmal.
Bripda Nina terlahir bukan dari keluarga besar polisi atau TNI. Ayahnya hanyalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) biasa, sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga. Cita-citanya menjadi seorang prjaurit, lantaran dia mengaku sangat mencintai tantangan.
Orangtua Nina sempat menaruh harapan anaknya itu kelak bisa menjadi pilot, namun ia justru memilih polisi.
“Karena dia sangat ingin jadi polisi, akhirnya saya dan maknya (ibu) mendukung penuh. Bagi saya asal pekerjaan itu baik dan nyaman bagi dia, saya tetap dukung,” kata Ismail Ibrahim (53) ayah kandung Nina, dikutip
okezone.
Ketika Nina mengungkapkan niatnya ingin masuk polisi, usai lulus SMK Penerbangan Aceh. Ayahnya sempat risau. “Saya bilang ke dia, kita ini tidak punya duit untuk urus kamu jadi polisi, tapi Nina bilang nggak apa-apa ayah biar Nina coba aja. Doakan saja dari ayah dan mak,” tutur Ismail.
Menurutnya, bakat Nina menjadi polisi sudah menonjol sejak kecil. Sebagai anak desa, Nina tak suka bermanja-manja. “Dari kecil dia memang sudah suka hal-hal yang menantang,” ujarnya.
Nina kecil sering menantang teman laki-laki sebayanya untuk adu lari dengannya di sawah dekat rumahnya di Gampong Lam Ara Cut, Kemukiman Samahani, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar. “Dia tidak kalah kalau ikut permainan anak laki-laki,” sebut Ismail.
Sementara Nina mengungkapkan, mulanya dia ingin menjadi prajurit TNI. Tapi nasib justru berkata lain, dan malah langsung lulus tes menjadi seorang Polisi Wanita dari Sekolah Kepolisian Wanita Ciputat pada Desember 2013.
“Saya memang cita-cita ingin menjadi anggota Brimob, karena saya suka tantangan,” ujarnya.
Dara Aceh kelahiran Samahani, 24 Oktober 1993 ini mulai bergabung dengan Polisi Wanita (Polwan) di Polda Aceh medio Januari 2014.
Masa awal saat orientasi menjadi polisi, Nina bertugas di Polda Aceh. Kemudian pada bulan Juni 2014 juga Nina mengajukan diri sebagai anggoa Brigade Mobil (Brimob).
Lantas Nina pun meminta kepada Kepala Detasemen (Kaden) untuk ditempatkan dalam pasukan.
Mulanya Nina hendak ditempatkan di staf biasa, namun Nina mengaku ingin ditempatkan dalam pasukan Wanteror yang memiliki tantangan.
“Saya minta sendiri masuk dalam wanteror (satuan lawan teror). Karena satuan ini penuh tantangan, itu yang buat saya sangat suka dengan ini (wanteror)," ujar dara berkulit putih ini.
Dia hanya berharap dapat dilibatkan langsung jika memang ada operasi sesungguhnya di lapangan.
“Sekarang memang belum pernah terjun langsung, karena masih baru di sini (Detasemen Gegana). Suatu saat saya ingin sekali terlibat langsung,” ungkap Nina. (*
perbagaisumber)