Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bereaksi keras atas remisi 49 terpidana kasus korupsi yang diberikan pemerintah lewat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Berdasarkan informasi yang dihimpun KORAN SINDO, dari 49 terpidana itu, empat di antaranya berasal dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Sukamiskin, Jawa Barat.
Keempatnya yakni, pemilik PT Masaro Radiokom Anggodo Widjojo (kasus ditangani KPK) mendapat remisi satu bulan 15 hari, Haposan Hutagalung (mantan pengacara terpidana Gayus H Tambunan, kasus ditangani Kejaksaan Agung) memperoleh remisi satu bulan 15 hari, mantan jaksa Kejagung Urip Tri Gunawan (kasus ditangani KPK) menerima remisi 2 bulan karena sudah melewati masa tahanan 6 tahun, dan mantan Kabid Pertambangan dan Migas pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM Samadi Singarimbun (kasus ditangani Kejari Rangkasbitung) menikmati remisi satu bulan.
Pemberian Surat Keputusan (SK) remisi ini dipimpin langsung Kepala Lapas Sukamiskin Marselina Budiningsih, Kamis 25 Desember lalu.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menegaskan, sebenarnya secara aturan memang dimungkinkan ada remisi bagi narapidana. Pemberian remisi juga menjadi wilayah kewenangan Kemenkumham karena narapidana menjadi warga binaan.
Namun demikian perlu dipahami bersama bahwa pelaku tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa. Seyogyanya pemberian remisi dilakukan secara ketat bagi pelaku tindak pidana korupsi.
"Syarat-syaratnya harus diperketat dan jangan terkesan diobral. Tetapi itu kembali pada Keumham yang memang punya kewenangan untuk memberi remisi bagi narapidana," ungkap Johan saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat 26 Desember kemarin.
KPK, lanjut Johan, tidak pada pihak yang dimintai pendapat atau rekomendasi soal remisi oleh Ditjenpas Kemenkumham. Permintaan pendapat hanya berlaku bila Kemenkumham ingin memberikan pembebasan bersyarat (PB).
Salah satu contohnya yakni saat Kemenkumham ingin memberikan PB untuk Anggodo Widjojo beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, Kemenkumham harus mengingat bahwa Urip dan Anggodo yang diberikan remisi bukan Justice Collabolator (JC) atau pelaku pidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungungkap secara terang kasusnya.
"Urip dan Anggodo bukan JC," tandas Johan. (*sind)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar