Hampir 200 orang tewas dalam pertempuran 24 jam antara tentara Suriah dan Front Al-Nusra -- kelompok yang berafiliasi ke Al-Qaeda -- untuk memperebutkan dua pangkalan militer di Propinsi Idlib.
Observatorium Hak Asasi Manusia di Suriah (SOHR), Selasa (16/12) mengatakan tentara yang setia kepada Presiden Bashar Assad gagal mempertahankan dua pangkalan. Front Al-Nusra, yang terlibat dalam pertempuran itu, menangkap lebih 100 tentara Suriah.
Rami Abdel Rahman, kepala SOHR, mengatakan terdapat sedikitnya 100 mayat tentara Suriah dan 80 militan Islam.
"Sedikitnya 120 tentara ditahan dan seratus lainnya melarikan diri ke selatan dengan kendaraan atau berjalan kaki ke Morek, kota di propinsi tetangga," ujar Abdel Ramhan.
Dua pangkalan militer yang diperebutkan adalah Wadi al-Deif dan Hamidiyeh. Sukses merebut keduanya membuat Front Al-Nusra dan militan Islam lainnya menguasai sebagian besar propinsi barat laut, dan menjadi pukulan besar bagi Bashar Assad.
SOHR mengatakan kelompok lain yang terlibat dalam perang ini adalah Ahrar al-Sham dan Jund al-Aqsa. Front Al-Nusra bertindak sebagai pemimpin pertempuran.
Ketiganya melancarkan serangan terkoordinasi, dengan menguasai desa-desa di sekelilingnya. Tentara Suriah terjepit, dan harus mengkahiri pertempuran dengan memalukan.
Sukses kelompok pemberontak Islam, yang berafiliasi dengan Al Qaeda, juga menjadi pukulan bagi pemberontak lain yang berafiliasi ke Barat.
Selama dua tahun, pemberontak yang berafiliasi ke Barat -- alias bentukan AS dan negara-negara Arab -- mengepung Wadi al-Deif selama dua tahun, tapi tak pernah bisa menguasainya.
Ketika AS menyerang memasukan Front Al-Nusra, kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda menggandeng ISIS untuk menghantam pemberontak moderat FSA bentukan AS. Tindakan ini merupakan balasan atas pemboman AS.
Perang di Suriah menjadi sangat rumit, karena banyaknya kelompok pemberontak. Padahal, perang dimulai dengan aksi demo pro-demokrasi melawan kebrutalan rejim Assad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar