Sisa-sisa pertempuran di Jalawla masih terlihat, sejumlah mayat para militan masih bergelimpangan, dan darah belum kering, tapi ada dua kekuatan yang bernafsu merebut Jalawla; tentara Kurdi dan milisi Syiah, kedua kubu bersitegang dan siap saling bantai.
Jalawla adalah kota sengketa. Kurdi dan Sunni saling klaim berhak atas kota ini. Pemerintah Irak, yang dominan Syiah, juga berhak dan berkepentingan atas kota ini.
ISIS, setelah merebut kota ini, tidak banyak menempatkan serdadu untuk mempertahankan kota. Kurdi melihat peluang merebut kota itu, hanya beberapa pekan setelah ISIS menguasainya.
Tidak lama setelah ISIS merebut Jalawla, Brigadir Jenderal Barzan Ali Shawas -- komandan milisi Kurdi di Diyala -- mengundang kepala suku Arab Sunni terbesar di Jalawla untuk membahas strategi melawan ISIS.
"Kami duduk bersama di gedung ini," ujar Ali Shawas, menggambarkan pertemuan dengan Sheikh Faisal al-Karwi di barak Peshmerga di tepi Sungai Diyala.
Al-Karwi mengatakan akan mempertimbangkan tawaran Peshmerga untuk membentuk unit milisi Sunni di bawah Peshmerga. Namun Al-Karwi menyetujuinya.
Peshmerga berperang sendiri. Jalawla berpindah tangan beberapa kali, sampai milisi Syiah dan Peshmerga datang mengusir ISIS pada 23 November 2014.
Menurut Shawas, milisi Syiah setuju akan mundur secepatnya setelah ISIS dikalahkan dan Jalawla direbut, dan Kurdi menguasai kota. Tapi yang terjadi sebaliknya, Syiah tidak berniat meninggalkan kota.
Jalawla adalah kota Arab dan berada di bawah yurisdiksi pemerintah pusat sampai ISIS merebutnya beberapa waktu lalu. Orang Kurdi mengatakan kota itu milik mereka sejak 1970-an, sebelum Saddam Hussein membawa Sheikh Faisal dan meng-arabisasi kota tersebut.
Kini Jalawla sepi. Hanya hewan liar yang lalu-lalang. Peshmerga dan Syiah masing-masing menandai wilayah mereka dengan bendera dan grafiti. Suasana menegang.
"Jalawla adalah Kurdistani," demikian salah satu kalimat di tembok rumah. Ada barikade terbuat dari apa saja di jalan-jalan.
Milisi Syiah, dengan mobil bergambar petinggi Syiah Iran, Ali Khamenei, keluar dan mendekati orang-orang Kurdi. Jemari mereka siap menekan pelatuk, dan senapan tak sabar menyalak.
Salah satu dari mereka bertanya; "Apakah kalian punya ijin berada di sini?" Orang Kurdi kebingungan.
Milisi Syiah yang menguasai sebagian Jalawla berasal dari Brigade 'syiah' Khorasani, dengan Jawad al-Hosnawi sebagai komandan lapangan.
Hosnawi dengan tegas menolak klaim Kurdi bahwa Jalawla milik mereka sebelum diambil alih Saddam Hussein.
"Masalah kita adalah mereka (Kurdi) ingin memisahkan diri dari Irak, dan membentuk negara merdeka," ujarnya.
Al-Shawas berjanji warga Sunni yang menyingkir boleh kembali ke rumah-rumah mereka. Namun, tidak satu pun dari mereka yang kembali, karena warga Sunni tahu akan menjadi sasaran pembantaian Brigade Khorasani.
"Kami ingin kembali, tapi milisi pasti menyebelih kami," ujar seorang petani berusia 40 tahun yang berkemah beberapa kilometer dari Jalawla.
"Kami yang meminta Peshmerga segea merebut Jalawla dan Saadiya, agar kami bisa hidup tenang," lanjut petani itu.
Bagi Sheikh Faisal, situasinya sangat dilematis. Kurdi ingin mengambil alih kota, dan dipastikan mengusir orang Arab. Brigade Khorasani yang Syiah dipastikan menyembelih Sunni yang kembali ke kota itu.
Pilihan moderatnya adalah Jalawla tetap berada di bawah pemerintahan Baghdad, bukan Kurdi, dan Brigade Khorasani menarik diri. Namun tentara pemerintah Irak tidak pernah ada untuk mempertahankan kota dari serbuan ISIS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar