Tiongkok akhirnya mengeksekusi Liu Han, mantan bos besar Sichuan Hanlong Group. Liu menjalani hukuman mati bersama empat kroninya.
Senin (9/2), kantor berita Xinhua melaporkan, seorang di antara empat orang itu adalah adik kandungnya, Liu Wei.
Xianning Intermediate People’s Court (setingkat pengadilan tinggi) di Provinsi Hubei mengonfirmasikan kematian Liu dan empat terpidana mati lain.
’’Eksekusi segera dilakukan setelah Mahkamah Agung Tiongkok menyetujui hukuman mati terhadap lima terpidana,’’ jelas pihak pengadilan dalam pernyataan resmi. Tetapi, pihak pengadilan tidak memberitahukan waktu dan tempat eksekusi berlangsung.
Hukum yang berlaku di Tiongkok mewajibkan MA mengkaji dan mempertimbangkan seluruh vonis mati yang telah dijatuhkan pengadilan di bawahnya.
Setelah itu, MA harus memberikan rekomendasi kepada pengadilan yang akan menjalankan eksekusi tersebut. Tanpa restu atau persetujuan MA, tidak ada pengadilan yang boleh mengeksekusi terpidana mati di Negeri Panda tersebut.
Liu dan komplotannya dijatuhi hukuman mati pada Mei 2014 setelah terbukti membunuh. Selain itu, mereka terbukti mengelola, mengendalikan, dan berpartisipasi dalam sebuah geng kriminal.
Sebagai bos, Liu jelas berperan sebagai pimpinan geng ala mafia tersebut. Konon, geng itu melibatkan mantan petinggi keamanan Tiongkok yang kini menjadi tersangka dalam kasus korupsi, Zhou Yongkang.
Dalam berkas pengadilan, tim jaksa menyebut Liu sebagai kriminal setara mafia. Sebab, dia menguasai hampir seluruh kasino di Provinsi Sichuan serta memonopoli bisnis perjudian, realestat, dan pertambangan di wilayah barat daya provinsi.
’’Dia tidak segan memerintah anak buahnya untuk menghabisi nyawa rival-rival bisnisnya,’’ kata Xinhua.
Layaknya mafia lain, Liu bersekongkol dengan aparat untuk mengamankan bisnis kotornya. Selain polisi, pria 48 tahun itu ’’bersahabat’’ dengan sejumlah jaksa.
Di sisi lain, kolektor ratusan mobil mewah seperti Rolls-Royce, Bentley, dan Ferrari tersebut juga berbisnis dengan sindikat narkotika dan obat-obatan terlarang.
Tidak hanya moncer di dalam negeri, perusahaan yang Liu pimpin pun punya saham di Australia dan Amerika Serikat (AS). Dia menanamkan seluruh sahamnya di luar negeri pada sektor pertambangan.
Di Negeri Kanguru itu, saham Liu melantai dengan bendera Moly Group dan Sundance Resources. Namun, sejak Liu tertangkap pada 2013, gurita bisnisnya ikut melemah.
Meski tidak mau menyebutkan waktu atau tempat eksekusi lima terpidana mati tersebut berlangsung, Xinhua menegaskan bahwa hak Liu dan komplotannya telah diberikan. Yakni, hak untuk bertemu dengan keluarga sebelum mereka menjalani eksekusi.
’’Lima terpidana bertemu dan berkumpul bersama keluarga masing-masing sebelum eksekusi berlangsung,’’ papar media pemerintah tersebut.
Liu dan gangnya kali pertama muncul dalam radar polisi pada Januari 2009. Saat itu anak buah Liu menembaki sejumlah orang yang sedang bersantai di sebuah kedai teh di Kota Guanghan.
Belakangan diketahui bahwa orang-orang yang tewas dalam insiden penembakan tersebut adalah saingan bisnis Liu. Sejak saat itu, polisi lantas mengendus jejak kriminal Liu dalam sejumlah kasus.
Sebelum 2009, Liu dikenal sebagai taipan yang murah hati. Dia memang sengaja membangun citra dermawan di mata publik. Gempa dahsyat yang meluluhlantakkan Sichuan pada 2008 menjadi salah satu lahan subur Liu untuk menonjolkan sisi murah hatinya.
Dia sengaja membangun sekolah di Sichuan sebagai ganti sekolah yang rata dengan tanah dan memberikan berbagai bantuan kepada para korban. (AP/BBC/CNN/JPNN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar