Rabu, 28 Januari 2015

Pemimpin Anti-Islam PEGIDA Jerman Mundur



Pemimpin baru kelompok anti-Islam kontroversial Jerman, Pegida, mengundurkan diri seminggu setelah menggantikan ketua sebelumnya, kata sejumlah laporan.



Kathrin Oertel muncul di TV pada akhir minggu dan menjadi wajah gerakan tersebut setelah Lutz Bachmann mengundurkan diri.



Empat pemimpin kelompok itu mengundurkan diri bersama-sama Oertel.



Salah satu dari lima orang tersebut mengatakan kepada suratkabar Bild bahwa mereka mundur karena Bachman masih terus berpengaruh dan juga karena peran kelompok lain yang sehaluan di Leipzig, Legida.



Ribuan pendukungnya bergabung dalam pawai Pegida di beberapa kota dalam beberapa minggu, terutama di Dresden, tempat di mana gerakan ini bermula.



Munculnya Pegida dipicu peringatan Kanselir Angela Merkel dan beberapa pemimpin Jerman lainnya tentang bahaya rasialisme dan ketidaktorelanan.



Pawai kelompok yang berbeda pandangan dengan Pegida juga dilakukan di Dresden dan tempat lain.



Pimpinan Pegida turun karena foto Hitler



Lutz Bachmann mengundurkan diri karena kemunculan fotonya sebagai Hitler.



Dia mengundurkan diri sementara puluhan ribu orang diperkirakan akan berunjuk rasa di kota Leipzig, Jerman timur, pada demonstrasi terakhir Pegida.

Jaksa memulai penyelidikan setelah foto tersebut diterbitkan pada halaman muka sejumlah koran Jerman.



Juru bicara Pegida berusaha memperkecil masalah dengan mengatakan foto Facebook tersebut sebagai sebuah 'lelucon'.



Tetapi pemerintah Jerman mengecam foto tersebut.



Wakil Kanselir, Sigmar Gabriel, mengatakan kepada Bild," Siapapun di dunia politik yang berpose sebagai Hitler adalah seseorang yang bodoh atau Nazi. Orang berakal tidak akan mendukung idiot dan orang yang terhormat tidak mendukung Nazi."



Juru bicara jaksa pemerintah di Dresden, Jerman timur, yang menjadi pusat unjuk rasa Pegida, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa penyelidikan pendahuluan telah dimulai.



"Dugaannya adalah memicu kebencian masyarakat," kata pejabat itu.





DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

Selasa, 27 Januari 2015

Ini 7 Cap Negatif untuk Jokowi, dari ‘Pelayan Ratu’ sampai ‘Tukang Stempel’





Pamor Presiden Joko Widodo melorot tajam setelah mencalonkan Budi Gunawan, yang tersangkut rekening gendut, sebagai calon Kapolri. Penetapan Budi sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kemudian disusul dengan serangan balik polisi pada KPK.



Setelah Budi batal dilantik, polisi menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dengan tuduhan menyuruh melakukan keterangan palsu pada persidangan kasus Pilkada Kotawaringan Barat 2010 di Mahkamah Konstitusi. Langkah Polri ini memicu gelombang protes dari masyarakat karena dianggap sebagai langkah kriminasilasi KPK, seperti kasus Cicak-Buaya pada 2009.



Sikap Jokowi yang berkukuh meneruskan pencalonan Budi dan terkesan melakukan pembiaran setelah Bambang ditangkap memicu banyak kritik. Bahkan muncul banyak lebel atau cap negatif yang dilekatkan pada Mantan Gubernur DKI Jakarta ini. Inilah beberapa di antaranya:



1. Pelayan Ratu



Istilah ini diangkat oleh pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti. Mengomentari sikap Jokowi yang tak tegas, Ikrar berucap, "Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atau sebagai pelayan ratu," ujar dia, 25 Januari lalu.



2. Kehilangan Nyali



Saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta Jokowi dikenal dengan keberanian serta kebijakan yang pro rakyat. Tapi dalam kasus Polri vs KPK, ia dinilai sudah kehilangan kedua hal itu. Ia dianggap terus berkompromi dengan kepentingan partai penyokongnya sehingga lembaga-lembaga hukum yang seharusnya jadi pilar antikorupsi menjadi reyot.



"Jokowi telah kehilangan keberanian dan independensi," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan, 25 Januari.



3. Presiden Tanpa Daya



Peneliti Cyrus Network, Hasan Batupahat, mengatakan Presiden Joko Widodo hanya mempunyai jabatan, namun tidak memiliki kekuasaan. Faktanya, kekuasaan dan kewenangan ada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.



"Jokowi presiden tanpa daya," kata dia dalam diskusi "Ada Apa dengan Jokowi" di Eatology Cafe, 25 Januari 2015.pada KMP atau Koalisi Mega Paloh



Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, juga ikut geram dengan sikap Jokowi dalam menangani kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Polri. Denny meminta Jokowi bersikap netral dan tidak tersandera kepentingan politik.



"Jangan memindahkan Istana Negara ke Jalan Teuku Umar (kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri)," kata Denny, 25 Januari. Ia juga khawatir dengan independensi Presiden RI itu. "Jokowi jangan tunduk pada KMP: Koalisi Mega Paloh."



5. Petugas Partai dan Kalah Tegas dari Ketua RT



Kritikan ini diungkapkan Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, saat menanggapi penangkapan Bambang oleh Polri. "Pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang Ketua Rukun Tetangga. Kita butuh seorang presiden bukan petugas partai," ujar Anis.



6. Jas Merah



Kritik yang satu ini disampaikan pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto, pada 17 Januari lalu. Ia merujuk pada semboyan “Jas Merah” Presiden Soekarno yang berarti 'jangan melupakan sejarah'. "Kalau Jokowi itu ‘jangan sampai Mega marah’," ujar Nico.



7. Tukang Stempel



Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan, sikap Jokowi yang lamban dalam menyikapi perseturuan Polri dan KPK mengcewakan. Jokowi dinilai tidak pintar memainkan emosi publik menjadi sebuah kebijakan, sehingga ia kehilangan momentum dan kepercayaan rakyat. "Tugas dia seperti tukang cap, tukang stempel," kata Haris dalam diskusi 'Ada Apa dengan Jokowi' di Eatology Cafe, Jakarta Pusat, 25 Januari.



Sumber: tempo





DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

Demam Batu Mulia Melanda Serambi Mekkah



"Batu giok Aceh merupakan batu terindah di dunia, dalam kurun waktu 20 tahun ke depan akan terus dicari"


Tidak seperti biasanya, kawasan ujung Jalan Panglima Polem, Peunayong Kota Banda Aceh sejak tiga pekan terakhir pada malam hingga dini hari mendadak ramai, menyusul munculnya pedagang kaget yang menjajakan aneka jenis batu mulia.


Aneka jenis batu yang banyak didagangkan masyarakat di kawasan Peunayong itu antara lain adalah giok, cempaka madu, kecubung teh, hijau, dan solar madu, baik dalam bentuk bongkahan (bahan) maupun wujud batu cincin.


Harganya juga bervariasi, kisaran Rp50 ribu sampai jutaan atau tergantung jenis dan beratnya. Batu-batu itu merupakan hasil tambang rakyat dari sejumlah daerah seperti asal Aceh Jaya, Nagan Raya, dan Aceh Tengah.


Selain itu, di Jalan Panglima Polem tersebut juga diperdagangkan batu mulai yang saat ini sedang diburu dengan harganya di atas Rp2 juta dalam bentuk mata cincin, dengan ukuran kecil yakni batu kelas Idocrase atau bio solar yang ditemukan di Nagan Raya, Aceh.


Untuk jenis Idocrase atau bio solar Nagan Raya, menurut pemburu batu mulia Aceh Hendro, sudah susah diperoleh dalam bentuk bahan. Jika pun ada, harganya melangit terkadang puluhan juta untuk satu kilogram.


Para pedagang musiman itu menggelar dagangannya di kaki lima atau emperan toko, dan ada juga di atas mobil pick up dengan mengandalkan lampu penerangan jalan di kawasan tersebut. Sepanjang jalan tersebut diperkirakan lebih 50 pedagang musiman yang mangkal menjajakan batu.


M Jafar, pedagang menjelaskan mereka menggelar dagangannya terkadang sampai dini hari di karenakan banyak pembeli di kawasan tersebut. "Pokoknya, sampai pukul 01.00 WIB, masih ada pembeli, tidak hanya warga lokal tapi juga pendatang," katanya.


Padatnya pembeli telah mengakibatkan ruas jalan Panglima Polem Peunayong itu macet, tidak seperti biasanya hanya mangkal beberapa pedagang kuliner.


Demam batu cincin di Aceh dalam setahun terakhir juga ditandai ramainya warga yang membuka usaha jasa pengasah batu, dan hampir setiap sudut desa terdapat usaha tersebut.


Tampaknya kini tidak lagi mengenal waktu, apakah siang, sore, pagi atau malam hari. Bahkan, desingan suara mesin pembelah batu itu terkadang terus berputar hingga larut malam, bersamaan sebagian besar warga mulai tertidur.


Bahkan lima tahun lalu, bisnis jasa asah batu cincin seperti di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar masih bisa dihitung jari atau tiga hingga empat usaha yang digeluti masyarakat di daerah tersebut.


tapi kini, usaha jasa asah batu cincin itu tumbuh subur ibarat jamur dimusim hujan seiring demamnya batu giok yang ditemukan di pedalaman Aceh seperti di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah.


Aceh "demam" batu cincin. Seakan-akan, ukuran laki-laki di Aceh saat ini bisa dikatakan "jantan" jika di tangannya dihiasi cincin aneka jenis yang merupakan batuan dari dalam perut bumi, sumberdaya alam di provinsi itu.


Usaha penjualan dan jasa asah batu cincin itu tidak pernah sepi, bahkan hingga larut malam tetap saja dikunjungi warga, termasuk juga wisatawan yang sedang melancong ke kota berjuluk Serambi Mekah itu.


Sebagian besar jasa usaha itu menerima order asah bahan baku dari masyarakat. Untuk mengasah satu batu cincin diperlukan waktu satu hingga dua minggu baru bisa diselesaikan karena ordernya yang cukup banyak.


"Maaf, saya bisa menyelesaikan batu cincin itu tiga minggu kedepan, sebab bahan yang harus kami selesaikan masih cukup banyak," kata Amiruddin, usaha jasa asah batu cincin di Banda Aceh.


Bahkan, tidak sedikit warga yang meninggalkan usaha yang digelutinya berpuluh tahun itu kini beralih menjadi jasa asah atau penjualan batu cincin.


Syamsuddin, mengatakan usaha jasa asah dan penjualan batu cincin mulai digelutinya sejak satu tahun lalu. Sebelumnya, ia adalah salah satu perajin emas perhiasan di Pasar Atjeh Kota Banda Aceh.


"Saya melihat usaha asah batu dan penjualan batu cincin terutama bahan baku asal Aceh itu memiliki prospek cerah dimasa mendatang. Karenanya, saya meninggalkan usaha sebelumnya sebagai perajin emas perhiasan," katanya menjelaskan.


Syamsuddin mengaku modal untuk mendirikan usaha jasa asah batu tidak terlalu besar atau minimal Rp50 juta guna membeli tiga buah mesin, termasuk mesin pemotong batu. Namun, yang paling penting adalah adanya tenaga terampil untuk momotong dan mengasah batu.


"Kalau untuk memotong dan mengasah batu itu harus benar-benar tenaga terampil, tidak bisa semberangan sebab berisiko rusaknya orderan yang merupakan bahan batu untuk pembuatan batu cincin," katanya menambahkan.


Apalagi, kata dia, untuk memotong atau mengasah batu giok Nagan Raya tidak bisa dilakukan sembarang orang, karena jika salah-salah maka tidak ada satu pun yang bisa dijadikan batu cincin seperti yang dikehendaki oleh pengorder.


Deddy, salah satu pemilik jasa asah batu cincin di kawasan Gampong Lampoh Daya Kota Banda Aceh juga menyatakan nyaris tidak mampu menerima order, meski terkadang anak buahnya harus kerja lembur hingga malam hari.


Ongkos asah batu yakni dari Rp30 hingga Rp40 ribu/mata cincin dengan berbagai ukuran yang dikehendaki oleh masing-masing pengorder.


Melambungnya harga idocrase bio solar Aceh itu setelah menyabet hadiah utama dalam lomba batu mulia atau "Indonesian Gemstone" di Jakarta pada September 2014. Batu jenis itu meraih juara pertama kategori idocrase solar.


Selain jenis bio solar, batu lumut Aceh memang menjadi varian yang lain yang menanjak di dunia perbatuan di Tanah Air pada beberapa tahun terakhir.


Ketua Pusat Promosi Batu Mulia Indonesia yang juga seorang geologist dan gemmologist, H Sujatmiko menyebutkan bahwa di Indonesia, hanya daerah Aceh yang memiliki batu mulia giok jenis nephrite jade.


Dua daerah di Aceh yang menyimpan batu mulia nephrite jade adalah Nagan Raya dan Sungai Lumut, Aceh Tengah dan Gayo Lues.


Terindah Di Dunia




Giok Aceh merupakan batu terindah di dunia. dan dalam kurun waktu 20 tahun ke depan akan terus dicari sehingga harganya masih tetap tinggi.


AB Hamdi, pengusaha batu mulia di pusat batu mulia Rawabening, Jakarta, giok Aceh mempunyai ciri khas, jika dipegang terasa dingin, berbeda dengan batu mulia dari Garut dan batu Bacan yang tidak dingin tapi memiliki kelebihan warna yang indah.


Batu mulia asal Aceh seperti giok Aceh dan lumut Aceh atau idocrase saat ini mulai dilirik dan menjadi incaran serta harganya juga cukup tinggi.


Sementara itu, Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen TNI Agus Kriswanto mengajak masyarakat Aceh untuk mempertahankan nilai dan kualitas batu giok khas daerah setempat yang telah diakui dunia.


"Kualitas dan mutu batu giok Aceh yang sudah mendunia ini harus benar-benar dipertahankan," katanya saat meninjau anjungan koleksi batu mulia pada pesta rakyat Hari Juang Kartika ke-69 dan HUT ke-58 Kodam Iskandar Muda di Banda Aceh, belum lama ini.


Selama ini ada pihak asing yang mencoba memanfaatkan momen ini untuk menyelundupkan batu mulia khas Nagan Raya tersebut ke luar Aceh, katanya menegaskan.


Seorang pemburu batu alam di pedalaman hutan Kabupaten Nagan Raya, Hasan Sani (48) mengatakan, di kawasan pegunungan dan hutan daerahnya sering ditemukan dua jenis batu idocrase dan solar dengan kualitas berbeda.


Itu menceritakan, kisah awal warga mulai berburu batu giok itu saat beberapa masyarakat pedalaman Kabupaten Nagan Raya berhasil menemukan bongkahan bebatuan berwarna kehijaun dengan berat 8,7 ton, kemudian batu tersebut dibeli dengan uang tunai oleh seorang pengusaha berdarah Tiongkok seharga Rp8 miliar.


"Mula-mula saya sedikitpun tidak tertarik, karena kejadian tersebut siapa yang tidak mau mencoba, apalagi batu alam itu sudah ada hanya tergantung keberuntungan siapa yang mencarinya," katanya.


Untuk mendapatkan batu tersebut para pemburu harus berjalan kaki selama dua hari di dalam hutan setelah melewati 10-15 kilometer kawasan permukiman penduduk Kecamatan Beutong, Nagan Raya.


Hasan Sani memberanikan diri menaiki pegunungan dan membelah balantara hutan Beutong untuk mencari keberadaan batu metamorfosis. Usahanya tidak sia-sia karena sudah memiliki 32 orang anggota membantu melakukan pengambilan batu tersebut menggunakan alat tradisional.


"Beda dengan mencari batu alam di kaki gunung, mereka mungkin menggunakan metode tambang dengan menggali, tapi kalau pencarian di kawasan tengah hutan itu tidak lagi, karena batu-batu yang kita cari menempel di pohon tua atau atas tanah gunung," sebutnya.


Di dalam hutan belantara, batu yang beragam corak warna ditemukan di atas permukaan tanah tanpa harus melakukan penambangan ataupun penggalian, biasanya batu alam berwarna kehijauan terdapat pada himpitan kayu ataupun menempel pada dinding gua serta bebatuan berukuran besar.


Ada beberapa titik lokasi dalam hutan Nagan Raya yang sudah dikenal banyak orang terdapat batu giok dalam pegunungan seperti Alu Batee Meujunte, Alu Raheung, Alu Guha Ilehan, Alu Lampoh Geulidek dan Gunong Panca Leuho.


Pegunungan tersebut dikenal memiliki ketinggian menjulang sehingga pemandangannya dapat memantau sebagian wilayah Kabupaten Aceh Tengah dan Nagan Raya dari lima arah sisi berbeda.


Para pencari batu alam ini harus tidur di dalam gua demi keamanan, mereka harus tinggal di dalam hutan sampai berbulan-bulan, dan hasil yang didapatnya dibawa pulang dengan menekuknya dipundak.


Biasanya setiap orang hanya mampu membawa pulang 10-15 kilogram batu dengan cara melangsirnya. Di lokasi tertentu dengan jarak tempuh 100 kilometer di dalam hutan akan ada kelompok lain yang membawa turun ke kaki pegunungan.


Dia menyatakan, persoalan harga batu alam yang dihasilkan para pemburu bervariasi mulai dari Rp100 ribu sampai bernilai jutaan rupiah per kilogram, tergantung kepada jenis dan kualitas yang dilihat para pembeli.


Demamnya batu alam di Aceh telah membawa berkah bagi setiap orang mulai dari pemburu di hutan belantara sampai dengan perajin di pusat-pusat kota hingga ke desa-desa. (*antara)




DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

MUI imbau Penggila Batu Akik: “Jangan Musyrik!”





Jika batu akik itu dipercaya memiliki kelebihan dan membawa keberuntungan dalam kehidupan itu jelas sudah dosa besar."



Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) Duski Samad mengimbau penggemar atau kolektor batu akik untuk tidak terbawa kedalam sifat kemusyrikan.



"Jangan sampai batu akik merusak nilai akidah sebagai umat Islam, apalagi mempercayai batu akik berpengaruh dalam kehidupan," kata Duski Samad di Padang, Senin.



Ia menjelaskan, dalam hukum Islam, mempercayai dan meyakini benda-benda yang memiliki kelebihan dan membawa keberuntungan dalam kehidupan termasuk dalam dosa besar, dan itu dilarang dalam Islam.



"Batu akik hanyalah sejenis batu mulia, batu itu disukai hanya berdasarkan bentuk dan warnanya, tidak lebih dari itu," katanya.



Lebih lanjut, ia menambahkan, memakai aksesoris dalam kehidupan dalam Islam tidak ada larangan, justru itu dianjurkan untuk perhiasan diri.



"Jika batu akik itu dipercaya memiliki kelebihan dan membawa keberuntungan dalam kehidupan itu jelas sudah dosa besar," katanya.



Dikatakannya, pada batu akik jenis tertentu, jika dipakai dalam waktu yang lama memang mengalami proses pergantian warna, dan itu tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-sehari.



"Itu murni proses kandungan mineral yang ada dalam batu tersebut, ini harus disikapi dengan baik," katanya.



Duski Samad juga mengatakan, banyaknya peminat batu akik dari Sumbar dari segi ekonomi sangat baik, hal ini dapat membantu penjual batu mulia untuk mendapatkan keuntungan.



"Kita bersyukur, penjualan batu akik Sumbar mendapat respon yang sangat baik, dan itu tentunya memberikan dampak perekonomian bagi pedagang serta pengrajin batu akik," katanya. (*ant)
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Doa Ustadz Arifin Ilham untuk Jokowi dan KPK





Kami mendoakan karena dengan memiliki presiden yang tegas dan berwibawa maka selesai masalah negara ini



Penceramah kondang Ustadz Arifin Ilham menyampaikan doanya untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden RI Joko Widodo ketika mendatangi gedung KPK dalam rangka ceramah bulanan, Selasa siang.



"Kami mendoakan sosok pemimpin yang berwibawa, jujur, berani, mandiri dan tegas demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat," kata Arifin Ilham sebelum memasuki gedung KPK, Selasa.



Arifin mengatakan masalah bangsa Indonesia akan lekas terselesaikan jika rakyat memiliki pemimpin yang tegas dan berwibawa.



"Kami mendoakan karena dengan memiliki presiden yang tegas dan berwibawa maka selesai masalah negara ini," katanya.



Selain itu, pengasuh pondok pesantres Az Zikra tersebut juga mendoakan institusi kepolisian, KPK dan TNI.



"Kami doakan juga karena dengan polisi yg bersih, KPK yang berani dan TNI yang kuat supaya rakyat bisa sejahtera," kata Arifin Ilham.



Sampai Selasa siang, suasana di KPK masih tampak sepi kendati menurut jadwal hari ini akan ada pemeriksaan tiga orang anggota kepolisian terkait dugaan kasus tindak pidana korupsi Budi Gunawan.





DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

Senin, 26 Januari 2015

Tudingan "Rakyat Nggak Jelas", Tedjo Dibully Netizen Habis-habisan





Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno menjadi perbincangan media sosial setelah menyebut pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai "rakyat yang tidak jelas."



Kebanyakan pengguna mengkritik pernyataan tersebut. Direktur Katadata, Metta Dharmasaputra, melalui @metta_ds mengatakan, 'Menteri Tedjo, sebagai rakyat yang gak jelas, saya jelas bayar pajak untuk gaji Anda dan memilih Presiden Jokowi yang mengangkat Anda.'



Adapun Budayawan Sujiwo Tejo melalui @sudjiwotedjo menulis, 'Gajah di seberang lautan jelas, rakyat di pelupuk mata tak jelas…'



Di Facebook BBC Indonesia, isu ini juga mendapat ratusan komentar dan kebanyakan juga mengkritik pernyataan Menkopolhukam yang dianggap "menyakitkan rakyat."



"Menkopolhukam kok bicara menyakitkan rakyat," kata Fien Keytim. Sementara Tri Firman Wahyudi mengatakan, 'Lembaga satu-satunya yang masih tersisa dan bisa dipercaya hanya KPK setelah MK dirundung korupsi juga, salahkah rakyat membelanya?'



Pengamat politik LIPI, Siti Zuhro, menyayangkan komentar Menkopolhukam yang kurang komunikatif. Menurutnya, setiap pejabat negara harus memperhatikan nilai etika.



"(Dia harus) membaca, melihat, mendengarkan apa yang terjadi di sekitar KPK, publik yang datang tanpa diundang. Itu orang-orang yang sangat jelas. Jadi, tidak patut dikeluarkan kosakata yang membuat rakyat merasa direndahkan dan dilecehkan. Jangan lupa demokrasi kita adalah partisipatoris, dari oleh dan untuk rakyat," katanya kepada BBC Indonesia.



Cuma politisi yang enggak jelas



Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menyindir balik Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno soal ucapan 'rakyat tidak jelas'. Menurutnya, oknum yang tidak jelas itu adalah politisi, bukan rakyat.



Rakyat, justru punya kejelasan karena membela keadilan. "Rakyat yang enggak jelas ini mendukung KPK. Tidak ada lembaga hukum yang bekerja mewakili kepentingan masyarakat sungguh-sungguh," jelas Haris Azhar di Restoran Eatology, Jakarta, Minggu (25/1).



"KPK menunjukkan itu dengan semua perdebatannya, cuma politisi yang enggak jelas, enggak suka dengan KPK, mengkritik KPK dan tidak ada kontribusinya," timpal Haris.



Haris Azhar pun menilai PDIP sama tidak jelasnya dengan politisi. Dia menuding Partai pendukung Jokowi pun tidak dapat mewakili suara rakyat.



"Hari ini PDIP ternyata mental 11 -12 sama partai lainnya tidak ada partai bisa bekerja mewakili rakyat. Klaim wong cilik tidak terbukti apapun," sambung dia.
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Malahayati, Perempuan Tangguh Pahlawan Tiga Zaman






Perempuan itu berteriak lantang dari atas kapal. Suaranya beradu nyaring dengan gelegar meriam. Tegas. Memberi komando kepada pasukan perempuan di palagan perang.




Pada masa kejayaan Aceh, akhir abad 15 masehi, Aceh melahirkan seorang tokoh wanita tangguh, bernama Keumalahayati, ia lebih terkenal dengan sebutan Malahayati. Adapun nama Keumala dalam bahasa Aceh itu sama dengan Keumala yang berarti sebuah batu yang indah dan bercahaya.





Berdasarkan sebuah manuskrip yang tersimpan di University Kebangsaan Malaysia din berangka tahun 1254 H atau sekitar tahun 1875 M, Keumalahayati berasal dari kalangan bangsawan Aceh, dari kalangan sultan-sultan Aceh terdahulu.





Dia adalah muslimah pertama dunia yang menjadi laksamana di zaman pelayaran modern. Saat sebagian besar rakyat negeri ini belum memikirkan emansipasi, dia sudah mendobrak batas-batas gender yang baru dibincangkan kemudian.





Nama Malahayati mudah ditemukan di literatur Barat maupun China. Di Indonesia, dia memang tidak sepopuler Cut Nyak Dien, namun oleh peneliti barat, Malahayati disejajarkan dengan Semiramis, Permaisuri Raja Babilonia dan Katherina II, Kaisar Rusia.





Ia hidup di masa Kerajaan Atjeh Darussalam dipimpin oleh Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV yang memerintah antara tahun 1589-1604 M.





Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530-1539 M. Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M), yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam. (Rusdi Sufi, 1994 : 30-33).





Jika dilihat dari silsilah Keumalahayati dapat dipastikan bahwa dirinya berasal dari darah biru, yang merupakan keluarga bangsawan Istana. Ayah dan kakeknya Malahayati pernah menjadi Laksamana Angkatan Laut, sehingga jiwa bahari yang dimiliki oleh ayah dan kakeknya sangat berpengaruh pada perkembangan pribadinya, seperti kata pepatah, "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya".





Oleh karena sang ayah dan kakeknya seorang Panglima angkatan Laut, maka jiwa bahari tersebut dapat diwarisi oleh Malahayati. Kendatipun dirinya hanya seorang wanita, ia juga ingin menjadi seorang pelaut yang gagah berani seperti ayah dan kakeknya.





Malahayati pada awalnya adalah dipercaya sebagai kepala pengawal dan protokol di dalam dan luar istana. Karir militernya menanjak setelah kesuksesannya “menghajar” kapal perang Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Cornelis de Houtman yang terkenal kejam. Bahkan Cornelis de Houtman tewas ditangan Malahayati pada pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada 11 September 1599.





Masa Gadis





Pada masa Malahayati masih gadis remaja, Kerajaan Aceh telah memiliki Akademi Militer yang bernama Mahad Baitul Maqdis, yang terdiri dari jurusan Angkatan Darat dan Laut, dengan para instrukturnya sebagian berasal dari Turki.



Sebagai anak seorang Panglima Angkatan Laut, Keumalahayati mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan yang ia inginkan. Setelah melalui pendidikan agama di meunasah, dan dayah.





Malahayati berniat mengikuti karir ayahnya yang pada waktu itu telah menjadi Laksamana. Sebagai seorang anak yang mewarisi darah bahari, Keumalahayati bercita-cita ingin menjadi pelaut yang tangguh. Untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang pelaut, ia kemudian ikut mendaftarkan diri dalam penerimaan calon taruna di Akademi Militer Mahad Baitul Maqdis.





Cucu dari Laksamana Muhammad Said Syah ini terbilang istimewa. Keleluasaannya memilih jenjang pendidikan itu dilandasi atas kecerdasan yang dimiliki.





Berkat kecerdasan dan ketangkasannya, ia diterima sebagai siswa taruna akademi militer tersebut. Pendidikan militer pada tahun pertama dan kedua ia lalui dengan sangat baik, karena ternyata ia adalah seorang taruna wanita yang berprestasi sangat memuaskan.





Sebagai taruna yang cakap dan mempunyai prestasi yang sangat menonjol telah membuat la sangat dikenal di kalangan para taruna lainnya, termasuk juga para taruna yang setingkat lebih tinggi dari dirinya. Maka tidak mengherankan kalau banyak mahasiswa di Akademi Militer tersebut yang sayang padanya. 





Bahkan banyak pula yang telah tertambat hatinya pada wanita tersebut. Namun di antara sekian banyak taruna laki-laki yang jatuh cinta padanya, tidak ada yang berkenan di hatinya. la lebih mementingkan pendidikannya dari pada memikirkan hal-hal yang menurutnya belum saatnya untuk dilakukan.





Sebagai siswa yang berprestasi di Akademi Militer Mahad Baitul Maqdis, Keumala berhak memilih jurusan yang ia inginkan. Sebagai seorang anak yang mewarisi darah bahari, ia memilih jurusan Angkatan Laut. 





Maklum karena sejak kecil jiwa pelaut telah ditanam oleh ayah dan kakeknya. Dalam masa-masa pendidikan militernya, ia berhasil dengan mudah melahap semua ilmu-ilmu yang diberikan oleh para instrukturnya.





Prestasi Malahayati tersebar di lingkungan istana. Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil pada masa pemerintahan 1589 M--1604 M mengangkat Malahayati sebagai komandan protokol Istana Darud-Dunia di Kesultanan Aceh Darussalam.





Jabatan ini menuntutnya piawai menguasai wawasan etika dan keprotokolan.





Pada suatu saat di Kampus Akademi Militer Mahad Baihil makdis tersebut, Keumala berkenalan dengan seorang calon perwira laut yang lebih senior dari dirinya. Perkenalan berlanjut hingga membuahkan benih-benih kasih sayang.





Keduanya akhirnya sepakat menjalin cinta. Setelah tamat pendidikan di Akademi Militer Mahad Baitul Maqdis, keduanya akhirya menikah sebagai suami-istri. Sayang, identitas suaminya tidak terlalu terungkap di berbagai manuskrip.





Suaminya disebutkan gugur di palagan Selat Malaka ketika melawan Portugis.





Pasukan Inong Balee (wanita janda)








Laksamana Keumalahayati

Setelah suaminya gugur, Malahayati memohon kepada Sultan al-Mukammil, raja Aceh yang berkuasa dari 1596-1604, untuk membentuk armada perang. Prajuritnya adalah para janda pejuang Aceh yang gugur dalam pertempuran di Selat Malaka itu.





Gayung bersambut. Saat itu Kerajaan Aceh memang tengah meningkatkan keamanan karena gangguan Portugis. Usul membentuk armada dikabulkan, Malahayati diangkat jadi Panglima Armada Inong Balee atau Armada Perempuan Janda. 





Ia didaulat sebagai laksamana. Sejak itulah gelar laksamana angkatan laut perempuan pertama ia sandang.





Pasukan itu bermarkas di Teluk Lamreh Krueng Raya. Benteng Kuto Inong Balee dengan tinggi sekitar tiga meter dibangun. Lengkap dengan meriam. Sisa-sisa benteng itu kini masih bisa dilihat di Aceh.





Sebagai seorang laksamana angkatan laut, peran Malahayati sangat krusial. Debut pertempuran perdananya ialah melawan Portugis di perairan Selat Malaka.





Tak hanya menyusun pertahanan di darat. Pasukan Inong Balee dilengkapi seratus lebih kapal perang. Pasukan yang semula hanya 1000 orang, lama-lama bertambah hingga mencapai 2000 pasukan. Armada asing yang melintas di Selat Malaka pun menjadi gentar.





Tak jauh dari pangkalan militer tersebut, Malahayati juga membangun Benteng Inong Balee. Kekuatan armada pimpinan Malahayati terbilang luar biasa. Ini terbukti dengan sepak terjangnya selama mengawasi Pelabuhan Syahbandar.





Mata uang dan koin emas





John Davis, seorang berkebangsaan Inggris, nahkoda di sebuah kapal Belanda yang mengunjungi Kerajaan Aceh pada masa Malahayati menjadi Laksamana. melaporkan, Kerajaan Aceh pada masa itu mempunyai perlengkapan armada laut terdiri dari 100 buah kapal perang, diantaranya ada yang berkapasitas 400 - 500 penumpang. 





Pada saat Malahayati menjadi laksamana, komoditas ekonomi yang dihasilkan bumi dan laut Aceh dan daerah-daerah Semenanjung Melayu sangat melimpah ruah sehingga banyak digemari bangsa Barat seperti Belanda, Portugis, dan Inggris. Di antara komoditas andalan Aceh adalah lada dan rempah-rempah. 





Aceh begitu terbuka untuk bekerja sama dengan mereka, tetapi sayang bangsa-bangsa Barat yang rakus dan ingin menguasai komoditas yang bukan hak mereka dengan berbagai cara mulai dan trik halus seperti membuat perjanjian dagang sampai yang paling kasar menyerang Aceh. 





Pada saat itu, Aceh telah menggunakan uang resmi yang digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan antar bangsa. Mata uang yang berbedar saat itu adalah ringgit dan dirham Aceh, rial cap meriam Portugis, ringgit cap matahari Jepang dan ringgit cap tongkat lnggeris. Uang yang diterbitkan Aceh terbuat dari tembaga, perak dan emas. 





Masa itu Kerajaan Aceh memiliki angkatan perang yang kuat. Selain memiliki armada laut, di darat ada pasukan gajah. Kapal-kapal tersebut bahkan juga ditempatkan di daerah-daerah kekuasaan Aceh diberbagai tempat. Untuk menerbitkan uang ini, Aceh secara khusus mengundang ahli emas dan India dan ditempatkan di Kampung Pandee.





Membunuh Cornelis de Houtman








Cornelis De Houtman

Peran Malahayati berlangsung hingga masa perlawanan Belanda. Kekuatan Malahayati mendapat ujian pertamakalinya ketika terjadi kontak senjata antara Aceh dengan pihak Belanda. 





Pada tanggal 21 Juni 1599 saudagar Belanda datang di Aceh, mereka menggunakan kapal De Leeuw dan De Leeuwin. Dua kapal itu di bawah kendali dua orang bersaudara yakni Cornelis De Houtman dan Frederick De Houtman. 





Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang tiba di Indonesia. Pasukan ekspedisi dari Belanda itu yang baru saja selesai berperang dengan Kesultanan Banten.





Setibanya di Aceh, keduanya disambut dengan baik oleh Sultan di istana. Kedatangan dua orang bersaudara ini berhasil memikat Sultan sehingga Belanda diizinkan untuk melakukan perdagangan dengan Aceh sekaligus diizinkan untuk membuka kantor dagang di Aceh. 





Kerjasama ini dimanfaatkan Aceh untuk menyewa kapal-kapal Belanda yang akan digunakan untuk mengangkut pasukan ke Johor. Perjanjian sewa kapal itu ditandatangani tanggal 30 Juli 1599 dan direncanakan berangkat pada tanggal 11 September 1599. 





Namun sayang, menjelang keberangkatan pasukan Aceh ke Johor, pihak Belanda mengingkari perjanjian tersebut dan kapten kapal yang bernama J. Van. Hamskerek pun melarang pasukan Aceh naik ke atas kapal. Aceh tidak terima dengan perlakuan itu. 





Sebagian pasukan Aceh yang telah berada di atas kapal langsung marah dan mengamuk ketika Belanda menembaki beberapa pembesar Aceh yang masih berada di atas sampan termasuk kerabat sultan dan korban dan kedua belah pihak pun tidak bisa dihindari. 





Pertempuran antara pasukan Aceh dan Belanda di laut dilaporkan ke Sultan dan didengar Keumalahayati yang saat itu menjadi Panglima Pengawal lstana. Saat itu juga, Keumalahayati memberi komando pasukannya untuk berkumpul dan mengepung kantor perwakilan dagang Belanda. 





Di darat pun terjadi tembak-menembak antara pasukan Belanda dan anak buah Keumalahayati. Dalam waktu singkat pasukan Keumalahayati berhasil membuat pasukan Belanda menyerah setelah sebagian besar tewas di tangan anak buah Malahayati.





Dalam penyerangan itu, Cornelis de Houtman sendiri tewas ditangan Malahayati dan beberapa anak buahnya juga terbunuh. Sedangkan Federick de Houtman ditawan selama dua tahun dan dijebloskan ketahanan kerajaan Aceh.





Namun ketika mereka hendak membakar kantor dan gudang Belanda, Sultan melarang dan atas komandan Malahayati rencana untuk membakar gedung itu batal dilakukan demi mentaati perintah Sultan.





Negosiator Ulung








Jacob Cornelisz. van Neck

Tak kapok, Pada 21 November 1600, Belanda mengirim pasukan ke Malaka. Kali ini di bawah komando Paulus van Caerden. Mereka menjarah dan menenggelamkan kapal-kapal yang penuh rempah-rempah di pantai Aceh. 





Juni tahun berikutnya, Malahayati berhasil menangkap Laksamana Belanda, Jacob van Neck, yang tengah berlayar di pantai Aceh. Setelah berbagai insiden, Belanda mengirim surat diplomatik dan memohon maaf kepada Kesultanan Aceh melalui utusan Maurits van Oranjesent.





Peristiwa terbunuhnya de Houtman penawanan  Jacob Cornelisz van Neck, sesuatu yang menggegerkan bangsa Eropa dan terutama Belanda sekaligus menunjukkan kewibawaan Keumala ketika Mahkamah Amsterdam menjatuhkan hukuman denda kepada Van Caerden sebesar 50.000 gulden yang harus dibayarkan kepada Aceh.





Tak hanya sebagai laksamana, Malahayati ternyata juga merupakan sosok negosiator ulung.








Maurits van Oranje sent

Pada Agustus 1601, Malahayati memimpin Aceh untuk berunding dengan dua utusan Maurits van Oranje sent, Laksamana Laurens Bicker dan Gerard de Roy.



Mereka sepakat melakukan gencatan senjata. Belanda juga harus membayar 50 ribu gulden tersebut sebagai kompensasi penyerbuan yang dilakukan van Caerden.








Denda tersebut adalah buntut tindakan Paulus van Caerden ketika datang ke Aceh menggunakan dua kapal, menenggelamkan kapal dagang Aceh serta merampas muatannya berupa lada, lalu pergi meninggalkan Aceh. 





Malahayati memerintahkan pasukannya bergerak ke laut mengejar Belanda. Dengan armada sampan dan perahu kecil mereka mengejar kapal Belanda yang ukurannya lebih besar. 





Untuk mempercepat laju kapalnya, Belanda membuang sauh agar kapal cepat melaju di laut dan bebas bergerak menghindari kejaran pasukan Keumalahayati menuju pulau Ceylon. Namun keduanya dapat dikejar dan akhirnya ditahan di Aceh. 





Sampai ke telinga Elizabeth I










Sepak terjang Malahayati sampai juga ke telinga Ratu Elizabeth, penguasa Inggris. Tak seperti Portugis dan Belanda, Negeri raksasa itu memilih cara damai dengan Aceh saat hendak melintas Selat Malaka. Pada Juni 1602, Ratu Elizabeth I memilih mengutus Sir James Lancaster ke Aceh.





Sultan memerintahkan Laksamana Keumalahayati untuk menyambut kedatangan orang-orang Inggris. Sumber wikipedia menyebutkan Sir James Lancaster bersama rombongan pertama kali mendarat di Aceh pada 5 Juni 1602.



Surat baik-baik dari Ratu Elizabeth I yang dibawa oleh Lancaster untuk Sultan Aceh, membuka jalan bagi Inggris untuk menuju Jawa dan membuka pos dagang di Banten.



Ketika menyambut utusan Inggris. Laksamana Keumalahayati melaksanakan semua instruksi sultan dalam rangka penyambutan utusan Inggris yang pada saat itu sedang bermusuhan dengan Portugis. 








Sir James Lancaster

Ini dilakukan karena Laksamana Keumalahayati berpendapat bahwa bersahabat dengan Inggris Aceh akan mempunyai kekuatan dan bergaining yang lebih tinggi sehingga bisa dimanfaatkan untuk menghadapi Portugis. 





Sir James Lancaster dan para pengiringnya disambut dengan jamuan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah pada malam hari.  Selama di Aceh, Malahayati memberikan perlindungan penuh bagi utusan Inggris. 





Ini dibuktikan dengan kedatangan Keumalahayati di tempat penginapan Sir Lancaster pada sore hari pada pertama kedatangannya setelah pagi harinya didatangi seorang utusan yang menyampaikan surat khusus dari sultan.





Kedatangan Malahayati ke penginapan Sir Lancaster untuk memberi tanda mata berupa zamrud. Di samping itu, Malahayati juga membawa kabar penting tentang kedatangan 20 armada Portugis di Malaka dan akan ke perairan Aceh. 





Perempuan pemberani ini memberi saran kepada utusan Ratu Elizabeth agar segera meninggalkan Aceh untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Lancaster ingin tetap bertahan di Aceh namun Laksamana meyakinkan bahwa Portugis akan menimbulkan bencana jika Lancaster tetap di Aceh karena Portugis juga mengincar perdagangan dengan Aceh terutama lada namun belum mendapatkan izin dan Sultan Sayid Mukammil. 





Malahayati menjanjikan, jika Lancaster mau meninggalkan Aceh saat itu, ia berjanji akan menahan Portugis di perairan Aceh selama 10 hari agar tidak bisa mengejar utusan Ratu Elizabeth itu. Setelah mendapat jaminan keamanan akhirnya Lancaster bersama rombongan meninggalkan Aceh pada malam itu juga untuk segera kembali ke Inggris. 





Keberhasilan menempuh jalan damai ini membuat James Lancaster dianugerahi gelar bangsawan sepulangnya ia ke Inggris.





Peristiwa penting lainnya selama Malahayati menjadi Laksama adalah ketika ia mengirim tiga utusan ke Belanda, yaitu Abdoelhamid, Sri Muhammad dan Mir Hasan ke Belanda. Ketiganya merupakan duta-duta pertama dari negara/kerajaan di Asia yang mengunjungi negeri Eropa.



Rombongan duta Aceh itu tiba pada Agustus 1602, tapi pada 9 Agustus Abdul Hamid sendiri meninggal dunia di negeri Eropa dan dimakamkan diperkarangan gereja St Pieter di Middelburg, Zeeland.






Tahun 1602, Abdul Hamid beserta rombongan tiba di Belanda.




Malahayati disebut masih memimpin pasukan Aceh menghadapi armada Portugis di bawah Alfonso de Castro yang menyerbu Kreung Raya Aceh pada Juni 1606. Sejumloah sumber sejarah menyebut Malahayati gugur dalam pertempuran melawan Portugis itu. 





Dia kemudian dimakamkan di lereng Bukit Lamkuta, sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer dari Banda Aceh.





Malahayati sungguh melegenda. Banyak cacatan orang asing tentang Malahayati. Kehebatannya memimpin sebuah angkatan perang ketiga itu diakui oleh negara Eropa, Arab, Cina dan India. Namanya saat ini dipakai untuk jalan, rumah sakit, universitas di Pulau Sumatera, hingga kapal perang TNI Angakatan Laut. 





Di bawah Sultan Iskandar Muda (1607 M--1636 M), Aceh mencapai puncak kejayaannya bersama Laksamana Keumalahayati, sang pahlawan wanita tiga zaman.
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.