Sabtu, 17 Januari 2015

Hamas sambut Baik Investigasi ICC di Gaza





Hamas pada Sabtu (17/1) menyatakan Gerakan Perlawanan Islam itu menyambut baik keputusan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk mulai menyelidiki kemungkinan kejahatan perang Israel di Wilayah Palestina.



Fawzi Barhoum, Juru Bicara Hamas di Jalur Gaza, mengatakan di dalam pernyataan surel, penyelidikan itu adalah langkah yangt tepat di jalur yang tepat.



"Hamas menyeru Mahkamah Pidana Internasional agar menuntaskan semua prosedur guna menyeret para pemimpin Pendudukan (Israel) ke pengadilan," kata Barhoum, sebagaimana dikutip Xinhua.



Ia juga mengatakan Hamas siap bekerja sama dengan ICC dalam menyediakan semua kesaksian, bukti dan dokumen yang diperlukan yang akan memperlihatkan bahwa musuh (Israel) melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza terhadap rakyat mereka.



Sejak pengambilalihan Jalur Gaza oleh Hamas pada Juni 2007, Israel telah melancarkan tiga agresi militer berskala besar terhadap Jalur Gaza, yang paling lama dilancarkan pada Juli tahun lalu selama 50 hari.



Masih pada Sabtu, Kementerian Luar Negeri Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa "keputusan tersebut penting dan positif ke arah tercapainya keadilan dan dijaminnya penghormatan pada hukum internasional".



Kementerian PNA tersebut mengatakan keputusan ICC diambil setelah PNA mengajukan permohonan ke Mahkamah itu sejalan dengan Statuta Roma, yang memberi ICC wewenang untuk menyelidiki kemungkinan kejahatan perang di Wilayah Palestina, termasuk di Jerusalem Timur.



ICC pada Jumat (16/1) mengumumkan Mahkamah tersebut melancarkan survei awal, satu tahap yang mendahului penyelidikan mengenai kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan di Wilayah Palestina "untuk memeriksa apakah ada dasar yang masuk akal untuk memulai penyelidikan".



Pada Desember 2014, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menandatangani serangkaian kesepakatan internasional dan lembaga, termasuk Statuta Roma.



Kementerian Luar Negeri PNA juga menyampaikan kesediaan penuh untuk bekerjasama dengan ICC dan memfasilitasi misinya "sampai keadilan dicapai di Wilayah Palestina", kata pernyataan itu.





DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

Netanyahu Murka Investigasi ICC di Gaza



Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Sabtu (17/1) mengutuk keputusan Mahkamah Pidana Interniasonal (ICC) untuk memulai penyelidikan awal mengenai kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan terhadap rakyat Palestina.


Ia mengecam keputusan Mahkamah tersebut sebagai "tidak masuk akal" dan "bodoh".


"Tak masuk akal bagi ICC untuk memburu Israel, yang menegakkan standar tertinggi hukum internasional," kata Netanyahu di dalam pernyataan yang ditayangkan melalui televisi dari kantornya di Jerusalem.


Netanyahu berkilah bahwa Israel "hanya berusaha membela diri terhadap pelaku 'teror' Palestina yang secara rutin melakukan banyak kejahatan perang".


Ia juga mengatakan mereka yang mesti dihukum oleh ICC adalah pengikut garis keras Palestina, demikian laporan Xinhua.


Ia menambahkan, "Mereka dengan sengaja menembakkan ribuan roket ke warga sipil kami, sementara berlindung di belakang warga sipil Palestina yang mereka gunakan sebagai tameng manusia."


Stasiun televisi berita Israel, Channel 2, pada Sabtu melaporkan bahwa Netanyahu mengadakan percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry. Netanyahu meminta Washington membantu mencegah ICC melakukan penyelidikannya.


Amerika Serikat telah bereaksi terhadap tindakan ICC tersebut, dan mengutuknya sebagai "kontra-produktif bagi upaya perdamaian".


Pada Jumat (16/1), Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa "sungguh tragis sebab Israel --yang telah menghadapi ribuan serangan roket teror yang ditembakkan ke warga sipilnya dan permukimannya, kini diperiksa oleh ICC".


Washington juga menyatakan Palestina bukan negara dan oleh karena itu "tak memenuhi syarat untuk bergabung dengan ICC", demikian laporan jejaring berita Israel, Haaretz.


Di Palestina, Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) memuji tindakan ICC itu sebagai langkah penting dan positif ke arah tercapainya keadilan dan dijaminnya penghormatan atas hukum internasional.


Sementara itu Fawazi Barhoum, Juru Bicara Hamas di Jalur Gaza, juga menyambut baik keputusan ICC tersebut, dan mengatakan keputusan itu adalah langkah yang tepat di jalur yang tepat.


Juru bicara Hamas tersebut juga mengatakan Gerakan Perlawanan Islam siap bekerjasama dengan ICC dan menyerahkan semua kesaksian, bukti serta dokumen yang diperlukan yang akan memperlihatkan bahwa "musuh (Israel) melakukan kejahatan perang terhadap rakyat kami"


Pada Jumat ICC mengumumkan Mahkamah itu memutuskan untuk memulai penyelidikan awal "guna memeriksa apakah ada dasar yang masuk akal bagi dimulainya penyelidikan mengenai kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan di Wilayah Palestina".


Keputusan ICC tersebut diambil setelah PNA menandatangani Status Roma dan bergabung dengan ICC pada awal Januari.


Hampir 2.200 orang Palestina, kebanyakan warga sipil, tewas dalam agresi militer Israel selama 50 hari pada musim panas terhadap Jalur Gaza. Israel menyatakan kehilangan 73 orang, hanya enam bukan prajurit militer.




DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

Kejahatan Perang Gaza Mulai Diinvestigasi, AS Murka





Pemerintah Amerika Serikat (AS) marah dan mengecam keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang mulai menyelidiki kejahatan perang di Gaza yang dilakukan serdadu Israel terhadap warga Palestina.



Pemerintah AS menyebut langkah ICC itu sebagai “ironi tragis”. ”Kami sangat tidak setuju dengan tindakan jaksa ICC hari ini,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jeff Rathke dalam sebuah pernyataan.



”Ini adalah ironi yang tragis bagi Israel, bahwa mereka bertahan dari ribuan roket ‘teroris’ yang menyasar warga sipil dan lingkungan (Israel). Dan sekarang justru sedang diselidiki ICC,” lanjut Rathke yang menyindir Hamas dengan sebutan teroris, seperti dikutip Al Arabiya, Sabtu (17/1/2015).



Penyelidikan resmi dimulai oleh jaksa ICC pada Jumat kemarin. Dalam perang di Gaza, lebih dari 2 ribu warga Palestina di Gaza tewas. Sedangkan dari kubu Israel, 73 orang tewas.



Palestina sendiri sudah mengajukan diri untuk bergabung dengan ICC . Dengan bergabung itu, Palestina bisa mengajukan gugatan atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Israel selama perang 50 hari di Gaza pada Juli hingga Agustus 2014 lalu.



AS juga berulang kali menentang Palestina untuk bergabung dengan ICC. Alasannya, Palestina bukan sebuah negara.



Sementara itu, Pemerintah Israel mengecam keputusan jaksa ICC yang mereka anggap sebagai "skandal".





DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

Belanda Protes Keras Rencana Eksekusi Mati warganya di Indonesia





Setelah Australia dan Brazil, kini giliran Belanda yang memprotes rencana eksekusi warganya oleh aparat keamanan Indonesia.



Warga Belanda, Ang Kiem Soei, masuk dalam daftar enam terpidana mati kasus narkoba yang akan dieksekusi di Indonesia. Protes dari Belanda disampaikan Menteri Luar Negeri Belanda, Bert Koenders, pada Jumat sore kemarin.



Meski belum ada kepastian, rencana eksekusi enam terpidana mati kasus narkoba itu akan dilakukan Minggu (18/1/2015) besok.



“Kami akan melakukan segalanya untuk menyelamatkan nyawa orang ini (Ang Kiem Soei),” kata Koenders, di stasiun televisi Belanda.



Ang sejatinya lahir di Indonesia. Tapi, dia telah menjadi warga negara Belanda. Dia dijatuhi hukuman mati pada tahun 2003 atas tuduhan terlibat penyelundupan narkoba.



Dalam protesnya, Koenders memperingatkan Indonesia, bahwa jika eksekusi tetap dilakukan mungkin akan berdampak terhadap hubungan Indonesia dengan Belanda.



Sementara itu, pemerintah Indonesia memahami adanya protes dari negara-negara asal terpidana mati itu. Namun, Indonesia juga minta negara-negara tersebut menghormati proses hukum di Indonesia.



“Itu sudah keputusan hukum. Hormatilah hukum di Indonesia. Kita memahami reaksi protes seperti itu, dan sudah kewajiban setiap negara, entah itu Australia, Brazil atau negara mana pun untuk melindungi warganya di luar negeri,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Armanatha Christiawan Nasir, Sabtu (17/1/2015). (*sindo)





DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

Australia akan Marah pada Indonesia jika 2 warganya Dieksekusi Mati





Australia akan bereaksi dengan “gelombang amarah” kepada Indonesia jika dua anggota sindikat penyelundup narkoba Bali Nine asal Australia dieksekusi mati.



Demikian disampaikan aktivis terkemuka Australia. Aktivis yang juga Wakil Rektor Universitas Katolik Australia, Greg Craven, bahkan menyamakan regu tembak Indonesia dengan pria bersenjata peneror Sydney beberapa waktu lalu, jika eksekusi itu benar-benar dijalankan.



”Kita perlu memahami tidak akan ada perbedaan fisik antara apa yang terjadi di Martin Place (di Sydney) dan apa yang akan terjadi di hutan Indonesia,” kata Craven kepada ABC, Jumat (16/1/2015), yang membandingkan regu tembak Indonesia dengan peneror Sydney.



Craven mendesak pemerintah Australia untuk bereaksi terhadap pemerintah Indonesia, setelah ada sinyal dua anggota Bali Nine asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan akan akan dieksekusi secara bersama-sama.



Sukumaran, pernah memohon grasi ke Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), pada bulan lalu. Tapi permohonan itu ditolak Jokowi. Dua warga Australia itu masuk daftar enam terpidana mati kasus narkoba yang kemungkinan akan dieksekusi pada hari Minggu.



Presiden Jokowi telah bersumpah untuk mengambil sikap garis keras pada pelaku kejahatan narkoba. Tapi, keputusan eksekusi belum diambil karena Andrew Chan masih mengajukan banding.



Chan telah meminta pendukungnya untuk berdoa agar Presiden Indonesia mengubah sikapnya dan mengampuni dirinya dan para terpidana mati lain. Melalui halaman Facebook yang dikelola oleh keluarga dan teman-teman, Chan mengatakan sulit untuk mendengar berita jika dia benar-benar harus dieksekusi.



”Hari ini telah menjadi salah satu dari hari-hari yang paling sulit untuk mendengar bahwa ada enam manusia akan dieksekusi dalam beberapa hari ke depan di Indonesia,” tulis dia.



”Myu dan saya sama-sama berusaha untuk tetap kuat demi keluarga dan teman-teman kita di saat masa-masa sulit ini,” ujarnya. (*sind)





DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.

Eksekusi 2 warganya, Brazil peringatkan hubungan Indonesia akan Panas







Pemerintah Brazil menyatakan hubungan dengan Indonesia terancam memanas jika pemerintah Indonesia nekat mengeksekusi dua warga Brazil yang jadi terpidana mati kasus narkoba.



Pihak kantor Presiden Brazil di Brasilia dalam sebuah pernyataan mengatakan, bahwa Indonesia menolak permohonan Presiden Brazil Dilma Rousseff agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengampuni dua warganya, Marco dan Rodrigo Gularte yang akan dieksekusi.



Kedua warga Brazil itu merupakan terpidana mati kasus kejahatan narkoba. Menurut media Brazil, Folha de Sao Paulo, mereka akan menjadi warga Brazil pertama yang akan dieksekusi di luar negeri.



Kantor Presiden Rousseff mengatakan, Presiden Jokowi sudah menegaskan kepada Rousseff, bahwa keputusan hukum di Indonesia tidak bisa dibolak-balikkan.



”Keputusan (Jokowi) akan menghasilkan keributan di Brazil dan memiliki dampak negatif bagi hubungan bilateral,” bunyi pernyataan Presiden Rousseff, seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (17/1/2015).



Pihak Kedutaan Besar Indonesia di Brasilia belum menanggapi reaksi pemerintah Brazil yang memprotes rencana eksekusi dua warganya itu. Pejabat Brazil berharap ada perubahan sikap dari Indonesia.



”Mari kita berharap ada keajaiban yang bisa membalikkan situasi ini,” kata Marco Aurelio Garcia, penasihat Presiden Roussef untuk Kebijakan Luar Negeri kepada wartawan di Brasilia, Jumat waktu setempat.



Meski belum ada kepastian, aparat hukum Indonesia dikabarkan akan mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba. Amnesty Internasional dalam sebuah pernyataan telah meminta Indonesia untuk membatalkan eksekusi itu.



Brazil bukan satu-satunya negara yang memprotes rencana eksekusi warganya yang jadi terpidana mati kasus narkoba. Australia sebelumnya juga menyuarakan protes serupa. (*snd)
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Rusia Tegaskan Mencetak Kartun Nabi Muhammad Langgar Hukum





Pengawas media Rusia pada Jumat memperingatkan penerbit bahwa mencetak kartun Nabi Muhammad bertentangan dengan hukum dan norma etika negara itu, menyusul serangan atas "Charlie Hebdo" di Prancis.



"Penerbitan di media Rusia atas karikatur seperti itu melawan etika dan norma moral, yang berlangsung berabad-abad," kata pengamat media dan komunikasi Roskomnadzor.



"Menyebarkan karikatur tentang agama di media dapat dianggap menghina atau mempermalukan perwakilan dan kelompok agama serta dapat menghasut kebencian suku dan agama, yang termasuk pelanggaran di bawah hukum Rusia," katanya.



Penerbitan itu juga melanggar hukum media dan anti-ekstremisme Rusia, kata pengawas itu, dengaan menambahkan bahwa badan tersebut meminta media Rusia menahan diri dari penerbitan karikatur yang dapat dilihat sebagai pelanggaran.



Pengawas itu menyiarkan pernyataan tersebut sebagai tanggapan atas perbantahan tentang keabsahan penerbitan karikatur menggambarkan lambang keagamaan, yang memengaruhi perasaan umat beragama.



Banyak surat kabar dan majalah di seluruh dunia mencetak ulang kartun Nabi Muhammad milik "Charlie Hebdo", yang kantornya di Paris diserang kelompok bersenjata pada 7 Januari, yang menewaskan 12 orang.



Meskipun kepemimpinan Rusia menyampaikan belasungkawa kepada Prancis dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov ikut dalam pawai kesatuan pada akhir pekan itu, pengulas pendukung Kremlin dan Muslim menuduh kartunis itu memicu serangan tersebut.



Dewan Mufti Rusia -pihak berwenang tertinggi Muslim- mengutuk serangan itu, tapi mengatakan bahwa kemungkinan dosa pemicu tidak kurang berbahaya bagi perdamaian daripada dosa yang terpicu.



Badan itu, lebih lanjut sesudah "Charlie Hebdo" menerbitkan kartun pasca-serangan dengan Nabi Muhammad di halaman depan, menyatakan bahwa itu adalah tanggapan tak dapat diterima terhadap penembakan tersebut karena orang tidak bisa menertawakan perasaan umat beriman.



Beberapa unjuk rasa direncanakan pada minggu depan oleh Muslim guna menentang kartun itu, termasuk di kota utama Chechnya, Grozny.



Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov menyatakan penggambar kartun Nabi Muhammad adalah orang tanpa nilai kerohanian dan moral dan mengatakan bahwa 500.000 orang akan ikut dalam unjuk rasa itu, yang dijadwalkan berlangsung pada Senin pagi.



Sementara beberapa pengunjuk rasa pendukung "Charlie Hebdo" dihukum, pengadilan Distrik Tverskoy Moskow pada Jumat menghukum Mark Galperin, pegiat lawan pemampang spanduk "Je Suis Charlie" di dekat Kremlin pada Sabtu lalu dengan delapan hari penahanan.



Pengunjukrasa lain, Vladimir Ionov (75), didenda. Keduanya dinyatakan bersalah mengadakan acara umum tanpa izin, demikian AFP.
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.