Selasa, 13 Januari 2015

Al-Qaida ingatkan Prancis akan Banyak Serangan lagi, Jika masih musuhi Muslim





Al-Qaida di Islam Maghribi Senin memperingatkan Prancis akan ada serangan-serangan baru lagi selama bersikap bermusuhan terhadap Islam, dan memuji para pelaku jihad yang berada di balik pembunuhan Paris pekan lalu.



"Prancis hari ini membayar harga agresi mereka terhadap Muslim dan kebijakannya dalam memusuhi Islam," kata AQIM dalam pernyataan yang dimuat di laman jejaring jihad.



"Selama tentaranya menduduki negara-negara seperti Mali dan Afrika Tengah, dan membombardir rakyat kita di Suriah dan Irak, dan selama media yang bodoh itu terus berniat melecehkan nabi kita (Muhammad SAW), Prancis akan mengekspos dirinya ke tempat terburuk," tambahnya.



Kelompok jihad itu juga memberikan penghargaan kepada tiga orang bersenjata di balik pembunuhan 17 orang dalam tiga hari pembantaian pekan lalu, di Paris, yang dimulai dengan serangan di majalah satir Charlie Hebdo.



Pernyataan itu menggambarkan mereka sebagai "tentara Islam" dan "pahlawan dari Pertempuran Paris".



Prancis mengumumkan Senin, belum pernah terjadi sebelumnya, penyebaran 10.000 tentara untuk meningkatkan keamanan, termasuk di sekolah-sekolah Yahudi, sehari setelah hampir empat juta orang berpawai dalam solidaritas dengan para korban pembantaian Charlie Hebdo.
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Ulama Kutuk Kartun Nabi Charlie Hebdo yang Baru






Tindakan ini adalah provokasi yang tidak bisa dibenarkan, melawan perasaan 1,5 miliar warga muslim



Majalah satir Prancis Charlie Hebdo bergeming dari serangan yang menewaskan sejumlah awaknya pekan lalu dengan tetap menerbitkan kartun Nabi Muhammad dalam sampul edisi.



Sebaliknya pemerintah Prancis mengumumkan telah menggelarkan 10.000 serdadu untuk menjaga keamanan kota.



Mingguan itu merilis halaman depan berjudul "tentang penyintas" yang terbit Rabu, berlatar 'hijau' dengan kartun Nabi di bawahnya.



Charlie Hebdo malah menyatakan akan mencetak hingga tiga juta kopi untuk edisi mendatang itu, padahal biasanya hanya mencetak 60.000 eksemplar.



Majelis Ulama Mesir hari ini mengutuk penerbitan kartun lain Nabi Muhammad dalam edisi terbaru majalah satir Prancis Charlie Hebdo sebagai provokatif.



"Tindakan ini adalah provokasi yang tidak bisa dibenarkan melawan perasaan 1,5 miliar warga muslim," kata otoritas muslim Mesir bernama Dar al-Ifta itu salam pernyataannya seperti dikutip AFP.



"Edisi (majalah) ini akan menimbulkan gelombang baru kebencian di Prancis dan masyarakat Barat. Apa yang sedang dilakukan majalah itu tidak menciptakan koeksistensi dan dialog budaya yang diinginkan kaum muslim," kata otoritas keagamaan Mesir itu.



Dar al-Ifta dikepalai oleh seorang mufti. Penasehat mufti, Ibrahim Negm, berkata kepada AFP bahwa otoritas muslim Mesir mengutuk serangan berdarah ke kantor majalah itu pekan lalu setelah menerbitkan satir mengenai Nabi Muhammad.



"Kami menyeru umat muslim tidak berpartisipasi dalam kekerasan. Kami mengutuk kekerasan dan menghormati kebebasan berpendapat. Namun di sisi lain haru memahami bahwa kami mencinta Rasulullah Muhammad SAW."
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Senin, 12 Januari 2015

Ini Bocoran email Redaksi Aljazeera yang Bocor ke Media soal Charlie Hebdo






Aksi penembakan terhadap kantor majalah satire di Paris, Prancis, Charlie Hebdo, pada Rabu, 7 Januari 2014, membuat jurnalis di seluruh dunia bereaksi, termasuk Al Jazeera.




Dilansir dari Nationalreview.com, 9 Januari 2015, Salah-Aldeen Khadr sebagai produser eksekutif Al Jazeera mengirim surat elektronik kepada semua stafnya. Surel ini bocor ke redaksi Nationalreview.com. Surel tersebut juga berisi "percakapan dapur" redaksi Al Jazeera.





Surel tertanggal Kamis, 8 Januari, ini diawali dengan kalimat "Terimalah surat ini dalam semangat yang diharapkan untuk membuat liputan kita menjadi yang terbaik. Kita adalah Al Jazeera."





Khadr menuliskan daftar saran bagaimana koresponden dan pembaca berita membungkus berita aksi penembakan di kantor majalah media satire, Charlie Hebdo.





Dalam e-mail, ia mendesak karyawannya untuk benar-benar mempertanyakan: "Apakah ini benar-benar serangan pada kebebasan bersuara atau tidak." 



Selain itu, ia berpendapat, slogan "Saya adalah Charlie" itu membingungkan.





Khadr mengungkapkan kartun yang diterbitkan oleh Charlie Hebdo sama sekali tidak bisa diterima oleh Al Jazeera.



"Membela kebebasan berekspresi yang menindas adalah suatu hal; berkeras membawa hak kebebasan untuk menyinggung satu pihak merupakan hal lain yang kekanak-kanakan," kata Khadr dalam surel itu.





Beberapa jam setelah itu, Tom Ackerman, salah satu koresponden di Amerika Serikat, mengirimkan surel yang dikutip dari sebuah blog yang ditulis oleh Ross Douthat, seorang blogger dan kolumnis New York Times, pada 7 Januari 2015.





Dalam blognya ia mengatakan, "Kartun yang diterbitkan oleh Charlie Hebdo, yang dapat membuat Islam radikal melakukan pembunuhan, harus diterbitkan karena pembunuh tidak diperbolehkan mempunyai waktu untuk berpikir satu detik pun bahwa strategi mereka akan sukses."





Hal tersebut kemudian membuat Mohamed Vall Salem, koresponden Al Jazeera lainnya, marah. Ia membalas surel tersebut:



"Menurut saya, dengan Anda menghina 1,5 miliar orang, satu atau dua orang di antara mereka akan membunuhmu. Bila Anda terus mendorong orang-orang menghina 1,5 miliar orang melalui tokoh suci mereka, Anda meminta untuk dibunuh. Seperti yang saya bilang, di antara 1,5 miliar tersebut, ada beberapa orang di antaranya yang tidak mengerti hukum dan kebebasan berbicara."





Dalam surel itu, Salem juga menuliskan bahwa dirinya mengutuk aksi penembakan tersebut, tetapi ia menegaskan: "SAYA BUKAN CHARLIE". Menurut dia, Charlie Hebdo telah menyalahgunakan apa yang disebut dengan kebebasan berbicara. "Coba lihat kartun itu kembali!" tulis Salem.





Hal tersebut membuat salah satu koresponden senior Al Jazeera di Paris mengirim peringatan yang sopan kepada koleganya yang berbunyi: "Kita adalah Al Jazeera, #jurnalismebukanlahkriminalitas."





Namun surat elektronik tersebut justru memicu reaksi dari koresponden Al Jazeera lainnya, Omar Al Saleh, reporter yang sedang bertugas di Yaman. "Pertama, saya mengutuk pembunuhan itu, tapi SAYA BUKAN CHARLIE," katanya.





Ia melanjutkan, Charlie Hebdo telah melakukan kejahatan. "Jurnalistik bukanlah kejahatan, dan penghinaan bukanlah jurnalistik, dan tidak melakukan jurnalistik dengan benar adalah kejahatan," kata Omar Al Saleh.





Dalam percakapan yang terjadi di dapur redaksi terlihat bagaimana perbedaan pendapat di dalam Al Jazeera.



NATIONALINTERVIEW.COM
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Bebas Bicara : Bebas Menghina, Bebas Menista Agama = Charlie Hebdo






Kalian boleh anti-Islam, anti-Kristen, atau anti agama apaun, tapi jangan anti-Semit




Itulah pesan yang diterima Maurice Sinet, kartunis yang kini berusia 86 tahun dan punya nama pena Sine, saat dipecat manajemen majalah satire Charlie Hebdo tahun 2009.





Situs worldbulletin.net memberitakan Sinet menghadapi tuduhan 'menghasut kebencian rasial' dalam artikel yang ditulis pada tahun itu. Ia memicu perdebatan antar-intelektual Prancis, yang berakhir pada pemecatan dirinya.





Sinet, dalam L'Affaire Sine, mengomentari pertunangan putra Nicolas Sarkozy -- saat itu presiden Prancis -- dengan Jessica Sebaoun-Darty, putri pengusaha Yahudi yang menguasai jaringan perdagangan barang elektronik.







Maurice Sinet 





Sinet mencatat semua rumor di sekitar hubungan keduanya, termasuk kemungkinan putra sang presiden menanggalkan agama Katolik dan menjadi pemeluk Yudaisme. Khusus yang terakhir, Sinet menyindir; "Dia akan pergi jauh dalam kehidupan."





Entah bagaimana komentator politik Prancis papan atas mengecam habis kolom itu, dan mengaitkannya dengan prasangka buruk terhadap Yahudi dan sukses sosialnya.





Philippe Val, editor Charlie Hebdo, mendesak Sinet minta maaf. Sinet sebenarnya bersedia, tapi jika permintaan maaf harus dengan cara-cara yang dianggap tak lazim, dia menolak.





Val memutuskan memecat Sinet. Intelektual Prancis, termasuk filsuf Bernard-Henry Levy, mendukung pemecatan itu.





Namun Sinet tidak sendiri. Kelompok kiri libertarian membelanya habis-habisan, dan menyebut Charlie Hebdo melanggar kebebasan berbicara yang selama ini di-Tuhan-kan.











Alih-alih mengejek putra Sarkozy menjadi Yahudi hanya untuk uang, Sinet dituduh anti-Semit. Ia menghadapi banyak tekanan dari dalam dan luar kantor.












Sebelum meninggalkan Charlie Hebdo, Sinet sempat membuat kartun Yesus Kristus dan ke-Kristenan, yang membuat murka pihak gereja dan menyebabkan majalah itu dituntut Gereja Katolik sebanyak 12 kali. 





Ia dibela manajemen dan para intelektual Prancis habis-habisan, yang kebanyakan Yahudi.





Sinet adalah ironi, Bahwa ada ketidakbebasan di balik kebebasan berbicara --termasuk bebas menistakan agama-- yang diperjuangkan Charlie Hebdo.
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.








Babak “Belur” Campur Tangan AS di Timur Tengah






Tahun 2014, lahirnya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menandai petaka politik di Timur Tengah. Memasuki 2015, bagaimana kemungkinannya?




Sekadar ingatan historis, Tahun 1944 dalam Perang Dunia II, ketika hendak menyerang Jepang, AS mengerahkan ribuan tentara untuk dididik dan dilatih bahasa dan budaya Jepang. Namun beberapa tahun silam, pada awal abda 21 ini, ketika hendak menyerang Irak dan Suriah, tidak banyak tentara AS dilatih bahasa dan budaya Arab.





AS mengandalkan militerisme untuk menghancurkan Irak-Suriah, sehingga peluang untuk winning the soul, winning the heart alias mampu membeli hati masyarakat Arab (Irak-Suriah) sangat muskil, sangat sulit. Apalagi Suriah didukung Rusia dan China. Di Timur Tengah, AS juga bersitegang dengan Iran, Hamas dan Hizbullah.





Di kawasan Timur Tengah itu, strategi AS dalam operasi yang sangat terselubung dalam nama "The Hornets Nest" atau strategi "Sarang Lebah Hornet" itu kian bau sangit di mata gerilyawan dan militan Islam Dunia Arab.





Strategi itu bertujuan untuk membawa semua ekstremis utama dunia untuk bergerak ke satu tempat atau tujuan (kawasan Irak-Suriah), dan sebagian besar untuk mengguncang stabilitas negara yang dianggap musuhnya, terutama negara-negara Arab. Harapan AS/Barat, suatu waktu sel-sel itu bagai singa yang hanya ditarik ekornya saja, yang tadinya tertidur pun, dapat segera mengaum dan bergerak beringas.





Dan fakta telah membuktikan, jika ditarik sejarahnya, kelompok Mujahiddin, Taliban, Al-Qaeda -awalnya- dibentuk, direstui, dibesarkan dan dibiayai oleh CIA, Mossad beserta intelijen Barat lainnya, untuk mengobrak-abrik Timur Tengah atau Dunia Islam, kini menyerang balik 'tuan-nya'.





Peringatan Snowden, intel AS yang membelot ke Rusia, menyebutkan bahwa teori Sarang Lebah di dekat perbatasan Israel itu justru akan menciptakan eskalasi konflik yang akan menjadi bola liar.



Hal ini pernah dialami oleh Amerika di Afghanistan, dan Somalia dimana pemberontak justru berbalik menyerang pasukan AS. Justru pola sarang lebah yang selama ini dijalankan adalah jauh dari entitas Israel yang tentu akan membahayakan mereka.





Kawasan penyangga Israel (negara berbatasan dengan Israel) dilakukan operasi militer yang masif untuk mencegah hal tersebut terjadi. Namun bisa kita lihat, ketika Presiden Muhammad Mursi berkuasa di Mesir, ia membuka pintu Sinai bagi pejuang Afrika yang hendak berjihad ke Suriah sebulan sebelum ia dikudeta! Sehingga kompleksitas masalah di Timur Tengah itu makin parah.





Yang ironis dan paradoks, mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, Agustus lalu (12/8/14) justru menyalahkan Presiden Barack Obama yang telah gagal mengambil kebijakan luar negeri bagi kebangkitan militan Islam di Suriah dan Irak. Padahal Hillary-lah yang membentuk embrio ISIS tersebut: seakan senjata makan tuan.





Hillary Clinton menggunakan kata-kata kasar untuk menggambarkan kegagalan yang dihasilkan dari keputusan oposisi Obama selama fase pertama dari konflik Suriah yang telah berusaha untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.





Memasuki 2015 ini, Amerika Serikat dan sekutunya terus menyerang ISIS dan yakin akan menang. Sementara Irak pasca Saddam Hussein masih tak menentu.





Mayoritas bangsa Irak dengan sekitar 28 juta jiwa adalah orang Arab Muslim Syi'ah (sekitar 60%), dan Sunni yang mewakili sekitar 40% dari seluruh populasi yang terdiri dari suku Arab, Kurdi dan Turkmen. 75-80% penduduk Irak adalah bangsa Arab, kelompok etnis utama lainnya adalah Kurdi (15-20%), Assyria atau lainnya 5%.. Penganut Agama Islam, 97%; Kristen atau lainnya, 3%.




Akhir-akhir ini, intervensi militer AS di Irak-Suriah itu malah mengobarkan perlawanan militant Islam.





Pasukan AS terus meluncurkan serangan udara terhadap sasaran-sasaran dari Negara Islam Irak dan Suriah di Irak utara sejak Obama resmi menyatakan Amerika tengah melakukan misi kemanusiaan.





Akan tetapi, mengulangi kritik politisi Partai Republik, Hillary Clinton menyatakan Obama tidak memiliki strategi untuk menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh militan Islam. AS sendiri makin kesal, banal dan geram terhadap ISIS yang dilaporkan "berwajah bengis itu". Namun tanpa strategi yang tepat, AS bisa kena tipu muslihat. Dampaknya, kegagalan Obama sudah membayang di hadapan sana.





Nampaknya, memasuki 2015 ini, tidaklah mudah bagi AS/Barat untuk mengganyang dan melumpuhkan ISIS. Campur tangan AS dan sekutunya di kawasan Irak-Suriah itu belum pasti menang, meski dengan biaya besar dan perlengkapan militer mutakhir. Bahkan jika melihat serunya dan gigihnya perlawanan ISIS, bisa jadi pihak AS/Barat menemumui pemeo, kalah jadi abu, kalaupun menang jadi arang.





Sejauh ini sudah banyak pangkalan militer AS di kawasan Arab, antara lain di tanah Saudi. Dammam, Jeddah, Lembah Eskan, King Khalid Military City, Dahran, Riyadh, Tabuk, Thaif, dan Jubail. 6.500 pasukan AS bermarkas di tempat ini. Sebanyak 150 pesawat American Fighter diparkir di sini dan jet tempur Inggris juga berada di sini dengan 300 pasukan mereka. Peralatan tempur pun bukan main-main yang telah disiapkan di daerah ini. Mulai dari tim suplai peralatan dan amunisi, sampai pesawat penjelajahan dengan kekuatan penghancur tinggi seperti Air Expeditionary wing.





Di Jordania. AS juga telah menyerahkan sedikitnya enam lokasi untuk dijadikan pangkalan militer Amerika. Diantaranya Shaheed Muwaffaq Airport, Pangkalan udara Rasyid, Pangkalan udara Wadi, Murbah danAzzaraq. 4.500 pasukan Amerika disiagakan di negara ini. Jumlah pasukan di atas terbagi dari pasukan brigade bersenjata, infantri, dan pasukan terjun. 





Di Turki AS melakukan penempatan 62.000 tentara Amerika di wilayahnya. Tak hanya itu, Diyarbakir Airport dan Erchac dijadikan pula pangkalan udara. Pasukan tempur telah siaga di daerah ini. 150 jet tempur terdiri dari F-15, F-16 dan pesawat pembom Prowler. Termasuk divisi khusus 39 Air Expeditionary.





Di Kuwait, Ahmed al-Jabar, Ali al-Saleem, Kuwait Internasional Airport adalah tiga tempat yang dijadikan pangkalan udara oleh Amerika dan 20.000 pasukan tempur Amerika disiapkan di sini. 80 jet tempur termasuk F-15 dan F-16. Tank Abrams, 176 kendaraan tempur jenis Bradley, 75 helikopter dan masih banyak lagi.





Namun demikian, kehadiran ribuan tentara AS di Timur Tengah itu tidak menjamin kemenangan dan kemapanan, malah jadi tantangan bagi militan Muslim untuk melawan AS. Siapa bermain api, niscaya akan terbakar, itulah yang bakal dialami Amerika.



Dan kubu konservatif atau Neocon di Gedung Putih dengan kompleks industri militernya, sudah tentu siap menghadapinya, meski bisa jadi mengalami babak belur seperti di Vietnam dan Afghanistan. [Ahluwalia]














DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Selamatkan warga Yahudi, Pemuda Muslim Ini Disebut Pahlawan dalam Penyerangan Paris





Dalam aksi penyerangan yang terjadi di sebuah supermarket Yahudi di Paris beberapa waktu lalu, muncul sebuah nama yang disebut sebagai pahlawan kota Paris. 



Pahlawan itu adalah seorang pria Muslim asal Mali bernama Lassana Bathily.



Melansir Al Arabiya, Minggu (11/1/2015), Bathily adalah orang yang menyelamatkan setidaknya 15 warga Yahudi dalam aksi penyerangan itu.



Dialah orang yang membawa para warga Yahudi itu berlindung di sebuah lemari pendingin di dalam supermarket.



Sejumlah foto yang dirilis menunjukkan sekitar 30 orang Yahudi meringkuk ketakutan di sebuah Freezer saat penyerang terjadi.



Salah satu foto, menunjukkan, para warga Yahudi meringkuk ketakutan di ruang Freezer. Foto lain, seroang wanita menggendong anaknya dengan penuh kecemasan.







Bathily mengatakan kepada mereka untuk tetap tenang. Dia lantas diam-diam menyelinap pergi untuk menyampaikan informasi kepada polisi.



"Saya mengatakan kepada mereka untuk tenang, dan tidak membuat suara apapun. Jika kita membuat suara, maka dia (penyerang) akan mengetahui posisi kita dan membunuh kita semua," ucap Bathily dalam wawancara dengan BMTV.



Dirinya juga adalah orang yang memberikan informasi penting kepada polisi Prancis mengenai situasi dalam supermarket saat ini.



Namun, dirinya menuturkan, saat pertama kali keluar dari dalam gedung, dia diminta untuk tiarap dengan tangan di belakang. "Saya sedikit bingung dengan situasi itu pada awalnya," imbuh pria asa Mali tersebut.



Setelah aksi penyerangan dan penyanderaan itu berakhir, para korban yang berhasil diselamatkannya langsung menghampiri dan mengucapkan banyak terima kasih karena menyelamatkan nyawa mereka.



"Mereka mengucapkan terima kasih karena saya masih sempat memikirkan ide itu (bersembunyi di pendingin). Tapi saya berkata, tidak apa-apa, itulah hidup," tambahnya
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.






Murdoch: “Semua Muslim harus Bertanggungjawab serangan Paris”





Konglomerat media keturunan Yahudi, Rupert Murdoch, dikutuk. Ia menyalahkan semua Muslim atas serangan terhadap majalah Charlie Hebdo di Paris. Ulah Murdoch itu memicu kemarahan di media sosial.



“Mungkin sebagian besar Muslim damai, tetapi mereka semestinya mengenali kanker jihad dan menghancurkannya. Mereka harus bertanggung jawab,” tulis Murdoch melalui akun Twitter-nya.



Kicauan Murdoch itu telah dikicau ulang atau di-retweet lebih dari 5.000 kali, dan difavoritkan lebih dari 2.500 akun Twitter.



Tapi kicauan taipan media itu telah memicu kemarahan besar-besaran di media sosial.



Komedian Australia, Adam Hills, ikut bergabung untuk menyuarakan kecaman terhadap Murdoch.



”Oh, bagus, Rupert Murdoch telah mengarungi ke dalam perdebatan Charlie Hebdo. Saya bertanya-tanya apa yang usang, fanatik, sosiopat bisa membuat itu semua,” ujarnya.



Penulis terkemuka, Matt Haig menulis: ”Rupert Murdoch menganggap semua Muslim harus meminta maaf atas terorisme. Jadi atas nama orang kulit putih saya ingin minta maaf karena (komentar) Rupert Murdoch,” katanya, seperti dikutip ABC, Senin (12/1/2015).



Advokat Akeela Ahmed, ikut kesal dengan komentar raja media itu.”Bagaimana ‘Muslim' seharusnya menghancurkan jihadis, ketika Muslim adalah korban terbesar terorisme?,” tanya Akeela.



JK Rowling, penulis Harry Potter, juga mengutuk Rupert Murdoch -- juragan media keturunan Yahudi -- menyebut umat Islam harus bertanggung jawab atas serangan tersebut.



"Saya lahir sebagai pemeluk Kristen. Jika yang membuat (teror) Rupert Murdoch tanggung jawab saya, saya akan mengucilkannya," katanya, mengacu pada kicauan Murdoch.



Kicauan awal Murdoch menarik banyak kritik. Ia mengikutinya, meski dia tahu dunia sangat marah padanya.



Selain mengecam Murdoch, Rowling memuji Lassana Bathily -- karyawan Muslim di supermarket kosher yang menyelamatkan belasan pengunjung saat terjadi aksi penyanderaan.



Serangan Rowling kepada Murdoch, dan pujiannya untuk Bathily, mendapat pujian dari banyak orang. Situasi menjadi terbalik. Murdoch diserang habis-habisan.



Terakhir, Rowling mengomentari aksi jutaan orang di Paris; "Adegan luar biasa di Paris, tapi jangan lupakan pengorbanan heroik Ahmed Merabet -- polisi Muslim yang dimakamkan saat yang sama."
















DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.